RADAR JOGJA – DIJ menjadi salah satu destinasi wisata yang akan mendapatkan insentif dari pemerintah pusat untuk memulihkan sektor pariwisatanya dari dampak wabah virus korona. Insentif diharap dapat mencegah pelemahan sektor pariwisata akibat low season dan virus korona.

Kepala Dinas Pariwasata DIJ Singgih Raharjo mengatakan, insentif pengurangan pajak bagi hotel dan rumah makan serta diskon khusus maskapai penerbangan, dianggapnya tepat. Sebab sektor pariwisata kini tengah lesu. Lalu lintas penerbangan global pun terganggu akibat virus korona. “Saat ini kan juga masa low season,” jelasnya, Minggu (1/3).

Untuk mengisi ceruk pasar wisata mancanegara (wisman) yang hilang, wisatawan nusantara (wisnu) perlu distimulasi dan didorong. Salah satu caranya dengan pemberlakuan insentif.

“Wisatawan dalam negeri atau domestik harus jadi bagian yang harus didorong,” tandas Singgih.

Walaupun kebijakan telah ditetapkan, pihaknya masih menunggu petunjuk teknis dalam penerapannya. “Industri pariwisata juga sama, sudah ada kebijakan tapi secara teknis kami masih menunggu kebijakan lebih lanjut,” tuturnya.

Dia melanjutkan pemerintah kota dan kabupaten tak perlu khawatir atas kebijakan insentif yang diberlakukan. Sebab, pendapatan pajak di sektor perhotelan yang menjadi penyokong pendapatan asli daerah (PAD) akan digantikan oleh pemerintah. “Nilainya tidak berpengaruh terhadap PAD,” ucapnya.

Selain mengandalkan dana dari pusat, Pemprov DIJ juga telah memberlakukan insentif di sektor pariwisata. Salah satunya melalui program Jogja Heboh yang menawarkan paket wisata murah. Wisatawan yang hendak berkunjung ke Jogja, bahkan bisa mendapat diskon hotel dan tiket pesawat hingga 50 persen. “Ini juga bentuk insentif sebetulnya. Ditambah dari pemerintah pusat, saya kira ini saling bersambutan,” tandasnya.

Sembari menunggu arahan, Dispar akan menyiapkan destinasi pariwisata unggulan untuk menyambut wisatawan. Yakni destinasi yang masuk kriteria Sapta Pesona. “Sekarang baru kami urai lagi. Sekaligus menjadikan destinasi dengan kualitas yang lebih bagus. Memberikan rasa aman dan nyaman,” tutur Singgih.

Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DIJ Deddy Pranowo Eriyono mengatakan, pihaknya juga masih menunggu petunjuk teknis perihal skema pemberlakuan insentif. “Ini menyangkut dengan pajak kita 10 persen. Apakah langsung dipotong, konsumen menginap tanpa ada pajak, atau bagaimana. Kami minta penjelasan dari pemerintah,” terangnya.

Dia berharap wabah virus korona tidak membuat sektor pariwisata lesu seperti saat ini. Mengingat okupansi hotel sedang menurun hingga 10 persen. “Tinggkat hunian sekarang sekitar 35 persen. Padahal biasanya masih bisa sekitar 45 persen,” tuturnya. (tor/laz)