RADAR JOGJA – Peristiwa Serangan Oemoem (SO) 1 Maret 1949, masih banyak yang belum tahu sejarahnya. Termasuk masih diperdebatkan siapa inisiatornya. Di antaranya peran Raja Keraton Jogja yang sekaligus Menteri Pertahanan saat itu Hamengku Buwono (HB) IX, serta Jenderal Sudirman.
Itu pula yang ditampilkan dalam teatrikan SO 1 Maret yang digelar di Kawasan Titik Nol Kilometer Jogja Minggu (1/3). Dalam aksi teatrikal tersebut memperagakan pertempuran yang terjadi antara tentara Indonesia dengan Belanda pada masa Agresi Militer II. Hingga puncaknya SO 1 Maret.
Ketua Panitia Semarak Peristiwa SO 1 Maret 2020, S. Sudjono mengatakan tenggat enam jam dipilih untuk mengantisipasi bantuan Belanda dari kota di sekitar Jogja. “Jarak dari Semarang empat jam, sebelum bantuan itu datang, tantara Indonesia mundur ke front masing-masing tepat pukul 12.00,” ceritanya.
Keberhasilan SO 1 Maret dengan cepat tersebar ke berbagai negara melalui jaringan radio. Serangan sukses mengabarkan kepada dunia bahwa Indonesia adalah negara berdaulat. Kepala Kundha Kabudayan atau Dinas Kebudayaan DIJ, Aris Eko Nugroho menambahkan, para tokoh ini punya keinginan untuk bisa diakui bahwa Jogja memiliki peranan menegakkan republik dengan berhasilnya Serangan Oemoem 1 Maret. “Kami ingin ini supaya didengungkan terus. Syukur-syukur bisa diambil alih oleh pemerintah dan bisa ditetapkan menjadi hari besar nasional,” imbuhnya.
Maka tema yang diangkat dalam Semarak Peristiwa Serangan Oemoem 1 Maret kali ini pun menuju Hari Penegakan Kedaulatan Negara. Aris menambahkan, tahun digelar lebih besar. Ini sebagai bentuk sosialisasi Pemprov DIJ agar menjadikan peristiwa bersejarah tersebut dapat segera ditetapkan sebagai hari besar nasional.
Usulan itu telah mendapat dukungan dari Kementerian Pertahanan, Kementerian Dalam Negeri dan Sekretariat Negara. “Saran yang harus kami (Pemprov DIJ) adalah sosialisasi dengan skala lebih besar,” katanya.
Aris menjelaskan kegiatan peringatan kemarin merupakan rangkaian sosialisasi yang dilakukan pemda melalui Undang-Undang kebudayaan bersama komunitas dan penggiat sejarah dibawah kordinator Jogjakarta 1945, koordinator yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia, Akademi Militer Magelang, pelajar, dan masyarakat. Pentas teatrikal dan parade kebangsaan peringatan SO 1 Maret sebagai wadah sosialisasi bagi masyarakat utamanya yang ada di Jogja. “Ini sebagai upaya kami untuk mendengungkan lebih keras terkait serangan umum 1 maret,” ujarnya.
Ketua Jogjakarta 1945, Eko Isdianto mengatakan sebelumnya dilakukan jambore kesejarahan dengan tema semarak serangan umum 1 maret 1949 hingga ke Kulonprogro dengan mengadakan mancakrida gerilya semesta. “Jadi para peserta jambore itu kemudian bergaya layaknya tentara gerilya kita ajak susur desa kita ajak ke pematang sawah untuk outbond atau mancakrida,” katanya sembari menyebut 175 peserta Jambore yang juga peserta teatrikal ikut berperan ada dari luar kota Surabaya, Bandung, Semarang, dan Jabodetabek. (wia/pra)