RADAR JOGJA – Ketua Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan Daerah Istimewa Jogjakarta (DIJ) Budhi Masturi meminta Pemrov DIJ mengevaluasi kebijakan dibukanya pintu wisata. Dalam penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) keselamatan jiwa adalah nomor satu.
Salah satunya dengan menghindari kerumunan orang.
Apabila penerapan pintu wisata berlaku harus ada kebijakan seimbang. Dalam artian, Pemprov wajib menyediakan fasilitas perlindungan kesehatan. Langkah termudah adalah adanya fasilitas cuci tangan, hand sanitizer hingga disinfektan rutin.
“Kesehatan keselamatan jiwa nomor satu. Setiap fasilitas pariwisata harus dilengjapi protokol jaminan kesehatan dari Covid-19. Jadi tidak hanya sekadar mengejar ramai tapi mengabaikan kesehatan pengunjungnya,” tegasnya, Selasa (17/3).
Dibukanya pintu wisata, menurutnya, ibarat bola salju yang liar. Apabila tak terkontrol akan berdampak sangat besar. Tak hanya bagi kesehatan masyarakat tapi juga aspek perekonomian daerah. Terlebih setelah persebaran Covid-19 semakin tak terkontrol.
Kemenkes sendiri telah mengeluarkan anjuran. Salah satunya menghindari adanya kerumunan masyarakat dalam lokasi dan waktu yang sama. Dikhawatirkan aktivitas ini akan menjadi perantara persebaran Covid-19.
Di satu sisi Budhi mengakui kebijakan ini sepenuhnya wewenang pemerintah. Hanya saja wajib ada faktor penyeimbang. Berupa jaminan perlindungan bagi masyarakatnya. Berupa protokol ketat untuk setiap objek wisata. Khususnya standar kebersihan.
“Protokol standar kebersihan dan keamanan sudah mutlak dan tidak bisa ditawar. Seperti batas maksimal kerumunan harus ada. Kalau tidak ada, sama saja bohong,” ujarnya.
Terkait kebijakan kegiatan belajar dan mengajar (KBM) sedikit ada catatan. Budhi mengapresiasi tetap berlangsungnya kegiatan pendidikan. Langkah ini justru mampu mengontrol mobilisasi para siswa. Berbanding terbalik apabila KBM berlangsung di rumah.
Apabila tak optimal, mobilisasi siswa justru semakin tak terkendali. Orangtua tidak melacak tujuan perginya anak. Padahal dalam situasi saat ini, rekam jejak perjalanan sangatlah penting. Tujuannya menghindari lokasi suspect maupun positif Covid-19.
“Untuk sekolah bisa jadi polemic, antara ditutup atau tidak. Jika ditutup apakah bisa menjamin tetap di rumah. Kalau anaknya piknik kan sama saja jadinya. Tapi kalau tetap sekolah tentu harus ada jaminan kesehatan,” katanya.
Protokol kesehatan lingkungan sekolah tak ubahnya dunia wisata. Berupa penyedian beragam fasilitas kesehatan. Mulai dari masker wajah hingga alat pencuci tangan. Sehingga suasana KBM di sekolah tetap aman, nyaman dan sehat.
“Jadi memang harus dikaji secara mendalam. Kedua langkah kebijakan tetap harus disiapkan. Bagaimana metode belajar di rumah atau tetap lanjut KBM di sekolah. Keduanya harus disiapkan,” pesannya. (dwi/ila)