Bukan hanya satu atau dua, tapi tujuh sekaligus medali emas berhasil diborong Raven dalam Porda XIV yang dihelat di Kabupaten Bantul tahun lalu. Prestasi ini sama persis dengan yang diraihnya di Porda XIII.

Tujuh medali emas disabet untuk cabang olahraga renang. Yakni di nomor 50,100, dan 200 meter gaya kupu-kupu, 200 meter gaya ganti, 4×100 meter estafet gaya bebas, 4×100 meter estafet gaya ganti, dan 4×200 meter estafet gaya bebas.

Raven tak pernah menyangka bakal mengukir prestasi sehebat itu. Mengingat kesibukan kuliahnya di Universitas Kristen Duta Wacana sedang berada di titik puncak. “Rasanya sangat senang bisa memberikan yang terbaik untuk Kota Jogja,” ujar cowok yang menyukai olahraga renang sejak duduk di kelas TK besar.

Awalnya sekadar mengikuti ekstrakurikuler di sekolah. Seiring berjalannya waktu, Raven pun jatuh hati dengan olahraga air itu. “Semula diajari dikit-dikit tentang basic renang,” kenangnya.

Masuk ke sekolah dasar (SD) Raven melanjutkan hobinya itu dengan bergabung di klub renang “Tirta Taruna Swimming Club” yang bermarkas di Depok Sport Center (DSC).

Saat sang pelatih menilainya cukup matang dan mumpuni untuk berkompetisi, Raven pun mulai tertantang untuk menjajal berbagai kejuaraan renang. Pertama kali mengikuti kompetisi pada 2007. Sejak saat itu, beragam prestasi dia torehkan. Selama 2017 saja tak kurang tiga kejuaraan renang bergengsi dia ikuti. Termasuk Indonesia Open Aquatic Championship yang dihelat di Jakarta pada 10-15 Desember 2017.

Raven menyadari bahwa tak mudah meraih sebuah prestasi. Semua itu membutuhkan perjuangan dan pengorbanan. Ini pula yang dia rasakan.

Konsekuensi sebagai seorang atlet, Raven harus berlatih setiap hari antara dua hingga tiga jam. “Idealnya memang begitu. Harus berlatih keras dan disiplin waktu. Setiap latihan harus intens dan konsisten,” ungkap remaja kelahiran Jogja, 20 Desember 1997.

Latihan di air saja belumlah cukup. Raven masih harus menunjang kekuatan fisiknya dan makan makanan bergizi.

Raven mengaku cukup kesulitan membagi waktu untuk latihan dan belajar. Sebagai pelajar dia sadar betul pentingnya menimba ilmu pengetahuan. Cobaan terberatnya adalah saat harus menjalani ujian nasional SMP dan SMA. Juga saat kuliah seperti sekarang. Apalagi Raven kuliah di Fakultas Kedokteran yang sarat dengan hapalan dan praktik laboratorium. “Intinya harus seimbang antara renang dan sekolah,” ucap pehobi traveling itu.

Rasa bosan, capek, dan kelelahan yang datang secara mendadak juga sering menghambatnya untuk mengawali latihan. Jika sudah begitu, Raven pun selalu berpikir positif tentang tujuan awal dan komitmen sebagai atlet renang. “Itu semua adalah konsekuensi sebagai atlet dan harus saya pertanggungjawabkan. Saya juga sering kepikiran sekarang belum waktunya pensiun,” kata penyuka film Batman vs Superman.

Di balik semua pengorbanan itu Raven justru mendapatkan hikmah selain prestasi. Dari situ dia belajar pentingnya sebuah usaha keras untuk mendapatkan sesuatu. Dari perjuangan itu pula Raven belajar beretika dan sopan santun terhadap orang lain.

“Anak muda memang harus produktif untuk menambah pengalaman dan explore softskill,” pesan Raven kepada remaja seusianya. Dan berprestasi adalah cara Raven menikmati masa mudanya.

Di keluarganya Raven adalah satu-satunya yang terjun di dunia olahraga. Khususnya renang. Keluarga menjadi support system-nya. Khususnya ibu dan almarhum ayahnya yang selalu menemani ketika pertama kali latihan renang dan berkompetisi. Ayahnya meninggal pada 5 Oktober 2017, atau dua hari sebelum dirinya berlaga di ajang Wali Kota Jogja Cup V. “Satu hal yang saya ingat dari papa adalah selalu tidak berhenti memberikan dukungan,” ceritanya. “Kalau saya sedang down, papa selalu bilang, ‘untuk apa jadi yang baik kalau bisa jadi yang terbaik’,” kenangnya. Selain keluarganya, sosok Mulyono adalah sumber semangat Raven lainnya. Bagi Raven, Mulyono adalah seorang pelatih handal yang mampu membuatnya bisa seperti sekarang.(yog/mg1)