SLEMAN – Aksi percobaan perampokan yang dilakukan RNS menimbulkan keprihatinan banyak pihak. Terlebih RNS masih anak-anak. Psikolog Ega Asnatasia Maharani mengatakan, aksi kriminalitas yang dilakukan oleh anak baru gede (ABG) sangat erat kaitannya dengan masa pubertas. Sebagaimana RNS yang kini berstatus pelajar SMP.
Usia pubertas merupakan masa seorang remaja mencari jati diri. Mereka butuh pengakuan dari orang lain, khususnya teman-teman sebaya. Hubungan antarteman pun sangat intens. Tak jarang, mereka berkelompok dan melakukan tindakan untuk menunjukkan identitas diri. Baik ditunjukkan kepada teman sekelompok atau untuk kelompok lain.
Nah, dalam kasus RNS, dia ingin menguasai mobil yang dikendarai sasarannya, Hartono, 46, driver taksi online. Dia bermaksud mengajak teman-temannya jalan-jalan menggunakan kendaraan sasaran.
Ikhwal motif RNS ingin menguasai mobil yang sedang dikendarai Hartono diungkapkan Ana,70. Informasi itu diperoleh mertua Hartono tersebut saat Yosina,38, istri Hartono, menemui RNS di Polsek Pakem.
“Keinginan untuk memiliki kendaraan itu bisa jadi ajang pembuktian diri (RNS, Red). Mungkin bagi para orang tua sepele, tapi bagi remaja ini hal yang besar. Kaitannya dengan eksistensi mereka,” ungkap Ega Minggu (14/1).
Menyikapi kasus yang terjadi pada RNS, menurut Ega, peran orang tua untuk lebih dekat dengan anak menjadi hal utama. Untuk mencegah tindakan anak menjurus kriminalitas, orang tua harus bisa memposisikan diri sebagai sahabat. Dengan begitu, komunikasi antara anak dan orang tua tanpa rasa canggung. Sehingga proses pencarian jati diri anak tidak akan kebablasan. Hanya, diakui Ega jika pada fase ini tak banyak orang tua yang bisa memahami situasi anak. Bahkan, tak jarang permintaan anak dianggap tidak masuk akal, kemudian orang tua menolak dengan alasan sekadarnya. Kondisi ini bisa menyebabkan anak kesulitan mengekspresikan perasan kepada orang tuanya. Dampaknya, anak-anak bisa bertindak agresif yang tak terdeteksi saat berada di rumah. Saat di rumah anak cenderung kalem dan pendiam, tapi bisa berubah drastis menjadi seseorang dengan perilaku negatif di luar rumah.
Hal ini sebagaimana yang menimpa RNS. Anak kedua dari tiga bersaudara itu dikenal sebagai anak pendiam di lingkungan keluarga atau kerabat dekatnya. Bahkan, RNS jarang bermain di sekitar rumahnya. Tapi bersama teman-temannya di luar lingkungan tempat tinggal.
Menurut Ega, seorang remaja yang tak mendapatkan perhatian di rumah cenderung lebih nyaman saat dia berada di tengah teman-temannya. “Harga diri anak itu sebenarnya terbentuk di dalam keluarga, berapa pun usia mereka. Makanya pendekatan keluarga harus diutamakan,” tutur dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universiats Ahmad Dahlan (UAD) Jogjakarta ini
Seiring bertambahnya usia anak, pola asuh pun harus berubah. Remaja tak lagi diperlakukan seperti anak kecil. Sebab, ini akan mengurangi tingkat kematangan karakter anak.
“Ayah dan ibu harus bisa berbagi peran secara seiombang untuk membangun komunikasi yang hangat kepada anak,” jelas Ega.
Sementara itu, hingga kemarin Hartono mengaku masih mengalami mual dan pusing sepulang dari RS Panti Nugroho Pakem. Kondisi kesehatannya belum sepenuhnya pulih. Bapak empat anak itu mengalami luka di kepala setelah dipukul oleh RNS pada Jumat (12/1) malam. Luka di kepala juga membuatnya susah tidur.
Ditemui di kediamannya di Desa Wedomartani, Ngemplak, Sleman, Hartono mengatakan, kejadian nahas yang menimpanya bermula ketika dia mendapat order dari RNS sekitar pukul 19.51. RNS minta dijemput di dekat SD Sempu, Wedomartani.
Tujuannya Taman Kaliurang. RNS duduk di kursi belakang sebelah kiri. Sampai di lokasi sekitar pukul 20.30.
Sampai saat itu Hartono tak menaruh rasa curiga sedikit pun. Apalagi usia RNS setara dengan anak keduanya dan tidak menunjukkan perilaku aneh. “Saat kondisi jalan sepi, tahu-tahu (RNS, Red) memukul pakai tongkat dari belakang,” ungkapnya.
Setelah dipukulkan di kepala Hartono, tongkat yang dibawa RNS digunakan untuk memiting leher sasarannya itu. Meski tak berdaya, Hartono sempat menanyai motif pelaku melukai dirinya. “Dia bilang, ‘Saya mau mobil, serahkan mobilmu’,” kata Hartono yang saat itu bisa melihat dengan jelas wajah RNS.
Saat itu Hartono memang tak melawan. Menyerahkan mobil adalah strateginya untuk menyelamatkan diri. Ternyata, RNS mengejar Hartono setelah keluar dari mobil. RNS pun makin beringas memukuli Hartono saat diteriaki sebagai rampok.
“Saya loncat dan langsung berteriak ternyata masih dikejar dan dipukuli. Disemprot juga dengan cairan cabai,” katanya.
Usai memukuli Hartono, RNS kabur. Hartono lantas melaporkan kejadian yang dialaminya di Pospol Kaliurang. Dia kemudian diantar ke RS Panti Nugroho oleh warga setempat dan polisi.
Mendapat laporan Hartono, polisi langsung bergerak. Tak berselang lama setelah itu RNS tertangkap di utara gerbang masuk kawasan Kaliurang.
“Saat pertama masuk mobil (RNS, Red) pakai baju putih. Tapi saat ketangkap pakai baju hitam. Awalnya saya ragu kalau dia pelakunya, tapi setelah melihat fotonya, saya yakin benar dia pelakunya,” ungkap Hartono.
Keesokan harinya Beberapa guru sekolah RNS membesuk Hartono. Sedangkan orang tua RNS mendatangi rumah Hartono malam harinya untuk meminta maaf atas ulah anaknya.
“Sebagai orang tua tentu saya juga merasa kasihan (kepada RNS, Red). Di sisi lain ulahnya termasuk kriminalitas. Secara kekeluargaan bisa saja saya maafkan, tapi proses hukum tentu terus berlanjut,” katanya. (dwi/yog/mg1)