Sebagai pihak terlapor atas tudingan maladministrasi pertanahan, Kepala Kantor Pertanahan Kota Jogja Mardiyana menyerahkan jawaban atas rekomendasi ORI DIJ kepada Kanwil BPN DIJ. “Atasan kami kan Kanwil BPN DIJ. Balasannya cukup dari sana saja,” ujarnya.
Kasus yang sama pernah dialaminya saat menjabat kepala Kantor Pertanahan Bantul. Mardiyana mengaku pernah digugat, yang surat gugatannya ditembuskan ke 39 instansi lain. Termasuk Presiden RI. “Seperti persoalan ini, saya bekerja sesuai dengan norma aturan yang ada. Itu saja,” tegasnya.
Mardiyana justru balik bertanya terkait hasil rekomendasi ORI DIJ yang menyebutkan adanya maladministrasi. “Maladministrasi itu apa? Marilah ORI itu diskusi dulu biar jelas semua,” sindirnya pria asal Wonosari, Gunungkidul.
Menurutnya, dalam rekomendasinya ORI juga harus berpijak pada pasal 56 UUPA. Yang intinya berbunyi bahwa selama undang-undang mengenai hak milik sebagaimana tersebut dalam pasal 50 ayat (1) belum terbentuk, maka yang ketentuan yang berlaku adalah hukum adat setempat dan peraturan-peraturan lainnya mengenai hak-hak atas tanah yang memberi wewenang sebagaimana atau mirip dengan yang dimaksud dalam pasal 20. Sepanjang tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan-ketentuan undang-undang terkait. “UU Adat masih diakui di Indonesia,” tuturnya.
Hal senada diungkapkan Kepala Kantor Pertanahan Kulonprogo Suardi. “Kami hanya sebagai pelaksana,” ucapnya. Menurut Suardi, antara BPN dan Pemprov DIJselaku pemilik wilayah harus terjalin harmonisasi. “Sayangnya rekomendasi ORI kok tidak diberikan ke gubernur yang justru punya wilayah,” sesalnya.
Menurutnya, Instruksi Kepala Daerah DIJ Nomor K898/I/A/1975 merupakan kebijakan daerah. Karena itu dalam penyikapannya seharusnya memerlukan kajian yang melibatkan banyak pakar. Baik pakar perundangan, keiluman, sejarah, dan filosifi. Semua berpadu menjadi satu sebagai bahan rujukan untuk menerbitkan rekomendasi itu. “Kenapa hanya kami yang diberi rekomendasi. Gubernur yang punya wilayah malah tidak,” tandasnya.
Sementara Kepala Kantor Pertanahan Bantul Yohannes Supama mengaku tak begitu kaget dengan rekomendasi ORI DIJ. Yohanes membenarkan jika lembaganya pernah digugat di pengadilan terkait hak kepemilikan tanah bagi warga keturunan Tionghoa. “Tapi Mahkamah Agung memenangkan kebijakan yang berlaku di sini (DIJ),” ungkap Supama.
Meski demikian, Supama bakal menyikapi rekomendasi ORI berdasarkan hasil koordinasi dengan Kanwil BPN DIJ. “Kami kan, punya atasan,” ujarnya. Senada dengan Mardiyana, mengenai Instruksi Kepala Daerah DIJ Nomor K898/I/A/1975, menurut Supama, merujuk masih berlakunya ketentuan hukum adat di DIJ sebagaimana diatur dalam pasal 56 UUPA. “Policy di DIJ belum berikan hak milik atas tanah untuk warga keturunan Tionghoa,” kata Supama yang mengklaim memiliki banyak teman Tionghoa.
Dari pengalamannya, Supama mengklaim, warga keturunan Tionghoa memahami hal ini. Karena itu mereka tak mengajukan permohonan hak milik tanah di wilayah Bantul. (pra/tom/zam/yog/mg1)