SLEMAN – Keadilan baik di bidang hukum, sosial maupun ekonomi adalah keadilan yang menempatkan manusia sebagai makhluk berdaulat dan bermartabat. Selain keadilan, ciri negara demokrasi adalah persamaan. Dalam arti, negara tidak boleh membeda-bedakan siapapun dalam menaati undang-undang.
Hal itu disampaikan Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Abdul Haris Semendawai dalam Seminar Nasional bertajuk Perlindungan Saksi dan Pemenuhan Hak Korban sebagai Bentuk Reformasi Peradilan Pidana.
Dia berpesan, kedudukan warga negara sama, tidak ada yang lebih tinggi dari yang lain. “Keadilan dan persamaan adalah ciri yang harus dimiliki suatu negara demokrasi, dan sangat relevan dengan kondisi sekarang ini,” jelasnya dalam seminar yang diselenggarakan Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII), Senin (19/3).
Keadaan sekarang, lanjutnya, tergolong rawan. Salah satu parameternya adalah belum meratanya keadilan. Ditambah lagi perlakuan khusus bagi pemilik modal dan juga pemilik kekuasaan. Kondisi ini berbanding terbalik dengan warga yang lemah.
Tujuan negara berkaitan pula dengan jaminan atas hak hidup, hak atas badan, kehormatan maupun hak atas kemerdekaan. Tujuan negara juga menjunjung tinggi hak dan kebebasan warganya. Artinya negara harus menjamin kedudukan hukum individu dalam negara.
“Berbicara mengenai ketidakadilan, pikiran akan sulit berpaling dari penderitaan yang dirasakan mereka yang menjadi korban tindak pidana. Kejahatan bisa terjadi karena negara telah lalai dalam menjaga keselamatan warganya,” ujarnya.
Korban menjadi pihak yang paling menanggung kerugian. Tidak hanya fisik tapi juga materi hingga psikologis. Dia mendorong agar Negara memberikan perlindungan terhadap saksi maupun korban tindak pidana.
Rektor UII Jogjakarta Nandang Sutrisno menambahkan, negara hukum wajib menegakan supremasi hukum. Untuk itulah peran generasi muda termasuk mahasiswa sangat dinantikan. Menurutnya, hukum harus jadi senjata dan mahasiswa menjadi panglimanya.
“Saya mengingatkan belum tentu semua orang, termasuk penegak hukum memiliki kompetensi dan berintegritas. Sebab, kompetensi dan integritas adalah dua hal yang berbeda. Contoh kasus ada penegak hukum kena OTT korupsi karena melupakan integritas,” tegasnya.
UII Law Fair 2018 sendiri merupakan kegiatan dua tahunan yang digagas mahasiwa Fakultas Hukum UII. Tahun ini UII Law Fair 2018 bekerja sama dengan LPSK. Sebanyak 47 delegasi dari fakultas hukum seluruh Indonesia berpartisipasi dengan mengirimkan karyanya. (**/dwi/ila/mg1)