JOGJA – Pengelola rumah sakit di DIJ diresahkan dengan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) yang belum terolah dengan baik. Hal ini disebabkan adanya kendala pengangkutan limbah dari rumah sakit ke tempat pembuangan limbah B3 di Jawa Barat.

Asosiasi Rumah Sakit Swasta Seluruh Indonesia (ARSSI) DIJ mencatat, setiap hari sedikitnya 3,2 ton limbah B3 dihasilkan oleh seluruh rumah sakit di DIJ. Itu artinya, dalam sebulan terdapat 90 ton limbah B3 yang mengendap di semua rumah sakit se-DIJ.

“Masalah ini terjadi selama tiga bulan terakhir. Selama belum bisa diangkut, pihak rumah sakit hanya bisa menyimpan limbah berbahaya itu,” ujar Ketua ARSSI DIJ Joko Murdiyanto di kantor DPRD DIJ Senin (19/3).

Joko mengakui bahwa menimbun limbah merupakan tindak pelanggaran.

Sementara manajemen rumah sakit tak mampu melakukan proses incinerator (pembakaran limbah B3, Red) dengan alasan terkendala biaya operasional. Menurut Joko, rumah sakit juga kesulitan menuruti kebijakan pemerintah untuk melakukan sentralisasi limbah B3. “Tapi mau bagaimana lagi,” kata mantan direktur RS PKU Muhammadiyah Jogja itu setengah bertanya.

Dikatakan, manajemen rumah sakit selama ini memercayakan pengelolaan limbah kepada pihak lain. Namun, belakangan perusahaan rekanan rumah sakit itu bermasalah dengan prosedur perizinan yang disyarat Kementerian Lingkungan Hidup (KLH). Karena itu Joko berharap, pemerintah pusat membuat kebijakan agar Pemprov DIJ bisa mengelola limbah B3 secara mandiri.

Kepala Dinas Kesehatan DIJ Pembajun Setyaningastutie mengatakan, masalah limbah rumah sakit sudah dibahas bersama Gubernur DIJ Hamengku Buwono (HB) X.

“Yang menjadi masalah memang ada di pihak ketiga. Dampaknya pada rumah sakit,” katanya.

Dalam kondisi darurat, menurut Pembajun, solusi yang bisa dilakukan di luar aturan yang ada. Beberapa rumah sakit punya incinerator. Namun, jumlah incinerator yang dimiliki tidak lebih dari lima. Sementara pengoperasiannya terganjal aturan kementerian. “Selama belum ada izin, maka incinerator dilarang dioperasikan,” jelasnya.

Pembajun mengaku telah mengirimkan surat kepada Kementerian Kesehatan. Surat tersebut berisi permohonan agar setiap rumah sakit diberi lampu hijau untuk mengoperasikan incinerator selama masa darurat seperti saat ini. Meski belum mendapatkan jawaban resmi, Pembajun optimistis Kemenkes bakal menyetujui usulan tersebut.

Sementara itu, Kepala Sub Bidang Pengendalian Air Tanah dan B3 Badan Lingkungan Hidup (BLH) DIJ Reni Anggraini menambahkan, sejauh ini proses pengelolaan limbah di beberapa rumah sakit dan puskesmas di DIJ telah berjalan baik. Hanya, untuk mengolah limbah B3, lembaganya tidak punya kewenangan. Sebab hal tersebut menjadi kewenangan Kementerian Lingkungan Hidup.

“Kewenangan kami sebatas melakukan pendataan,” ungkapnya. Adapun pendataan ditujukan untuk 79 rumah sakit, 121 puskesmas, dan 371 klinik kesehatan.(bhn/yog/mg1)