KULONPROGO – Pembebasan lahan New Yogyakarta International Airport (NYIA) tuntas. Seluruh lahan milik warga telah diselesaikan melalui jalur konsinyasi.
Pengadilan Negeri (PN) Wates telah memutus 14 perkara konsinyasi dalam sidang konsinyasi terakhir di PN Wates Senin (19/3). Otomatis lahan tersebut kini sudah dikuasai negara secara legal.
Meski konsinyasi sudah selesai, warga penolak bandara tetap apatis. Mereka tetap tidak pernah menganggap proyek pembangunan bandara ada.
Mereka tetap bertahan di lokasi IPL NYIA. Baik di wilayah Desa Glagah maupun Palihan.
“Mau ada bandara, ada sengketa (lahan), kami tidak peduli. Kami merasa tidak ada sengketa dan tidak ingin lahan kami diusik siapapun. Kami tetap akan bertahan dan menanam di sini,” kata warga penolak bandara dari Pedukuhan Sidorejo, Desa Glagah, Sutrisno.
Humas PN Wates Nur Kholida Dwiwati mengatakan perkara konsinyasi yang ditangani sebanyak 284 perkara. Enam perkara diregister 2016, 250 perkara pada 2017 dan 22 perkara pada 2018.
Sebanyak 11 bidang tanah milik warga penolak bandara dari Paguyuban Wara Penolak Penggusuran Kulonprogo (PWPP-KP) pun sudah diputus PN Wates.
“Total lahan terdampak bandara yang dikonsinyasi mencapai 347 bidang lahan. Semua diputus hari ini (kemarin), sudah tuntas sepenuhnya,” kata Nur.
Menurut Nur, lahan sudah resmi menjadi milik negara. Secara hukum PT AP I berhak sepenuhnya atas lahan tersebut untuk bandara.
PN Wates tidak akan campur tangan dalam urusan pengosongan lahan. PN Wates hanya sebatas mengeluarkan putusan dan memproses pencairan uang ganti rugi.
“Eksekusi lahan menjadi kewenangan AP I. Kami juga tidak mengeluarkan perintah eksekusi lahan. Semua dijalankan AP I selaku pemohon atas lahan tersebut dengan berpegang pada hasil penetapan majelis hakim. Biasanya ada prosedur peringatan dulu,” ujar Nur.
Project Manager NYIA Sujiastono mengatakan seluruh lahan milik warga bisa legal terakuisisi akhir Maret 2018. “Selanjutnya kami membangun konstruksi fisik bandara,” katanya. (tom/iwa/mg1)