JOGJA – Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) baru saja mengukuhkan Prof Dr Suroso MPd sebagai Guru Besar Bidang Ilmu Pembelajaran Sastra Indonesia (14/3). Dalam rapat terbuka senat di Ruang Sidang Utama Rektorat UNY, Suroso membacakan pidatonya yang berjudul “Religiusitas dan Humanitas dalam Sastra Indonesia Modern”.
“Tujuan saya mengangkat judul ini adalah untuk menyampaikan paradigma sastra yang berbeda dengan agama, filsafat, dan sejarah. Dalam mempelajari dan menyikapi hal itu, sastra memiliki strategi yang berbeda, khususnya dalam menangkap pesan yang ada di dalamnya,” ujarnya.
Menurut Suroso, sastra bukanlah filsafat mengenai dikotomi benar salah, baik buruk, indah dan jelek. Sastra bukan pula sejarah yang berbicara tentang fakta masa lalu, masa kini, dan masa mendatang. Sastra bersifat imajinatif.
Oleh sebab itu, pembaca karya sastra dipersilakan untuk berimajinasi atas berbagai informasi dalam teks sastra. Karya sastra juga memenuhi prinsip unsur kemasukakalan (plausibility), keutuhan (unity), keseimbangan (balance), kebaruan (novelty). Selain itu sastra juga memiliki kemanfaatan (utile) dan kesenangan (dulce).
Dalam penulisannya, teks sastra memunculkan ide tentang humanisme. “Sastra menegur kekuasaan dalam berbagai irisan persoalan budaya, sosial dan politik,” ungkap pria kelahiran Kediri, 30 Juni, 1960 ini.
Suroso lalu memaparkan pentingnya sastra dalam kehidupan. Selain menyampaikan ide dan persoalan yang terjadi di masyarakat, sastra juga menyampaikan pesan dengan media bahasa, tidak langsung melalui tindakan. Melalui karya sastra, masyarakat tak hanya mendapatkan manfaat dan hiburan namun juga bisa mendapatkan pelajaran dari berbagai persoalan tentang hubungan manusia dengan Tuhan dan hubungan antarmanusia.
Nilai religiusitas dan humanitas yang terkandung dalam teks sastra, disebut dapat menjadi penting dan bisa dimanfaatkan dalam pembangunan karakter bangsa. “Walaupun tidak secara langsung, sastra dapat membentengi kegiatan amoral. Sastra memberi pencerahan melalui tokoh, peristiwa, persoalan, dan latar religi serta budaya,” tutur Suroso.
Dalam kesempatan itu, Rektor UNY Sutrisna Wibawa mengaku sepakat dengan apa yang dipaparkan Suroso. Menurutnya, di dalam sastra idealis jauh lebih awal berkembang dari pada peradaban itu sendiri.
“Contohnya, sebelum ada pesawat, masyarakat Indonesia sudah melanglang buana melalui Gatotkaca. Ide nenek moyang kita sangat luar biasa. Sastra itu bermanfaat dan orang yang membaca sastra akan merasa senang,” katanya.
Sutrisna juga memberikan apresiasi atas capaian yang diraih Suroso. Suroso menjadi Guru Besar ke-135 UNY dan Guru Besar ke-28 FBS. “Saya mendorong semua dosen untuk menjadi guru besar,” tandas Sutisna. (ita/laz/mg1)