JOGJA – Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Agama (Kemenag) DIJ selama sebulan ke depan akan melakukan pendataan ke masjid-masjid di DIJ untuk mengecek isi ceramah dan pengajian. Data tersebut digunakan untuk mengetahui penceramah yang ceramahnya provokatif dan cenderung mengarah intoleransi.
“Kami sudah menjalin kerja sama dengan Mabel Polri untuk mendata masjid yang diindikasikan isi materi ceramahnya pada intoleransi,” ujar Kepala Kanwil Kemenag DIJ Muhammad Luthfi Hamid Senin (26/3).
Pendataan tersebut untuk mengetahui penceramah maupun masjid yang biasa digunakan untuk menyebarkan sikap intoleransi dan radikalisme ke jamaahnya. Jika sudah mengantongi data tersebut akan menjadi dasar bagi Kemenag DIJ untuk tidak merekomendasikan mengundang penceramah tersebut.
Selain itu, Kanwil Kemenag DIJ juga akan menjadikan data tersebut sebagai dasar pembuatan materi Bimtek untuk takmir masjid. Luthfi mengaku, kadang bukan keinginan jamaah maupun Dewan Masjid untuk mengundang penceramah tersebut. “Tapi takmirnya yang langsung mengundang, itu juga yang perlu kami lakukan pembinaan,” jelasnya.
Menurut dia, paling tidak ada tiga kategori yang digunakan untuk melakukan identifikasi isi ceramah penceramah. Mantan Kepala Kanwil Kemenag Sleman itu menyebut yaitu khotib yang isi ceramahnya selalu menyebarkan kebencian pada pemerintah, dengan memprovokasi lewat data yang tidak benar. Kemudian yang menyampaikan kebencian pada kelompok lain serta selalu membenturkan kosep beragama, bernegara maupun berbudaya. “Kalau ada penceramah yang seperti itu kami rekomendasikan tidak dipakai lagi,” ujarnya.
Dikonfirmasi terpisah, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) DIJ Thoha Abdurachman mengaku mendukung upaya Kanwil Kemenag DIJ itu sebagai bentuk pencegahan. Tapi Thoha mewanti-wanti supaya pendataan dilakukan dengan hati-hati.
“Kalau ada monggo dibina kalau perlu gandeng MUI, tapi kalau tidak ada jangan diada-adakan. Hal itu untuk antisipasi reaksi negatif dari umat Islam,” pesannya.
Thoha sendiri mengaku MUI DIJ sudah memiliki badan pengkajian masjid maupun pembinaan pengajian, dalam melakukan pengawasan penceramah. Sebagai penceramah, MUI lanjut Thoha, juga tidak pernah membuat materi ceramah yang mengarah pada intoleransi, radikalisme maupun menyerang kelompok atau orang lain. “Yang sering kami sampaikan ceramah tentang ajaran Islam yang baik dan tidak menyakiti orang lain,” tuturnya. (pra/ila/mg1)