KULONPROGO – Menjaga ketersediaan sumber daya air (SDA) baik air tanah atau permukaan bukan hanya tanggung jawab pemerintah semata. Namun membutuhkan kepedulian seluruh elemen masyarakat.

“Alam tetap menjadi penentu dalam proses konservasi dan sumber air. Kalau dilihat dari neraca, ketersediaan air di DIY masih aman sampai 2025. Namun upaya konservasi tetap harus dilakukan,” kata Kepala Balai Pengelolaan SDA Dinas Pekerjaan Umum Perumahan dan Energi Sumber Daya Mineral (PUP-ESDM) DIY Bambang Sugiharto.

Dijelaskan, dilihat dari proses pengambilannya, jenis air dibedakan menjadi dua. Yakni permukaan dan air baku atau air tanah. Penggunaan air permukaan menjadi alternatif pilihan karena siklus pemulihannya lebih cepat, namun lama-lama bisa habis jika tidak ada upaya konservasi.

Pernyataan Bambang ini dikemukakan saat sarasehan bertajuk Pengelolaan Sumber Daya Air yang Lebih Bermartabat dan Berdayaguna di Bendung Sapon, Sidorejo, Lendah, Kulonprogo Rabu (28/3).

Saresehan menjadi rangkaian peringatan Hari Air Dunia ke-26 yang dihelat Balai PSDA Dinas PUP dan ESDM DIY bersama Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak (BBWSSO) dan Pemkab Kulonprogo.

“Penggunaan air tanah lebih menjadi pilihan, padahal siklus pemulihannya lebih lama dibanding air permukaan,” lanjut Bambang.

Intinya, sambung dia, menjamin ketersediaan air permukaan dan tanah harus mengeksplorasi ketersediaan SDA dengan baik dan bijak. Kebutuhan dan ketersediaan harus seimbang. “Selebihnya konservasi,” jelasnya.

Soal pasokan air untuk bandara baru di Temon, Bambang menyatakan, cadangan air bandara dinilai aman. Pasokan air bandara bisa digunakan air tanah. Ketersediaan air tanah untuk pasokan bandara sudah direncanakan. “Semua sudah didesain dan tidak ada masalah,” ucap birokrat yang berulang tahun setiap 4 Oktober ini.

Kepala BBWSSO Tri Bayu Adji menambahkan, sejumlah kegiatan telah dilaksanakan. Agenda di Kulonprogo selain saresehan diadakan penanaman pohon.

“Sebelumnya kami melakukan susur Sungai Gajahwong dan Winongo serta penanaman mangrove di Hutan Mangrove Wonotirto. Berikutnya penelitian berkolaborasi dengan Universitas Gadjah Mada (UGM) susur Embung Tambak Boyo sampai ke hilir pada 22 April mendatang,” imbuhnya.

Tujuan dari semua kegiatan itu dalam rangka mengedukasi masyarakat. Khususnya generasi muda. Tema peringatan Hari Air Dunia 2018 adalah Nature of Water atau alam untuk keselamatan air.

Diingatkan, konservasi alam dan ari menjadi tanggung jawab pemerintah masyarakat, swasta dan akademisi. “Semua harus terlibat, air adalah tanggung jawab kita semua,” kata dia.

Dari hasil susur sungai di hulu masih baik. Hanya di hilir terjadi sedikit ada pencemaran limbah. Misalnya seperti di Sungai Winongo.

Kepala Seksi Bina Manfaat Bidang Pengairan Dinas Pekerjaan Umum Perumahan Kawasan Permukiman (DPUPKP) Kabupaten Kulonprogo Kuntarso mengatakan, telah melaksanakan upaya mengurangi permasalahan pengelolan SDA. Salah satunya mengacu Rencana Induk Pengelolaan SDA yang ditetapkan du sidang tingkat Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai Progo Opak dan Serak (PSDA WS POS).

Diakui ketersediaan air di Kulonprogo itu minim. Karena itu perlu menambuhkan bangunan penangkap air, seperti embung dan waduk. Pengelolaan SDA di kabupaten bermotto Binangun itu tetap memerhatikan keselarasan antara konservasi dan pendayagunaan hulu hilir maupun pemanfaatan air permukaan dan air tanah.

“Pembangunan dalam ketersediaan air baik berskala kecil lebih diutamakan agar masyarakat dapat menikmatinya. Terutama di daerah terpencil dan defisit air,” bebernya.

Salah satu peserta sarasehan, Saptono Tanjung dari Yayasan Damar mengingatkan, bumi, air dan alam menjadi titipan anak cucu. “Bukan milik kita,” katanya. Dengan demikian harus dikelola dengan baik demi kemasalahatan masyarakat. (*/tom/kus/mg1)