KULONPROGO – Warga Pedukuhan Sawahan, Desa Banaran, Kecamatan Galur resah dengan aksi pemasangan patok di lahan yang sudah puluhan tahun mereka garap dan berstatus Letter C. Patok-patok yang dipasang sangat dekat dengan bangket sungai.

“Tidak ada sosialisasi. Tiba-tiba dipasang patok. Lahan ini sudah kami garap selama 17 tahun. Pemerintah Desa Banaran juga tidak tahu tentang pemasangan patok tersebut,” kata warga Pedukuhan Sawahan XII, Desa Banaran, Martono, 72, Rabu (16/5).

Dia tidak akan menyewakan lahan atau bekerjasama dengan perusahaan penambangan. Sebab lahan pertanian seluas dua hektare yang selama ini digarapnya adalah penopang utama ekonomi keluarga.

“Kalau ditambang, penghasilan kami mati selamanya,” tegas Martono.

Selain lahan yang digarapnya, banyak lahan lain juga dipasangi patok batas wilayah penambangan. “Setahu saya lahan garapan milik Sarwanto, Surono, Sagiman dan Abdiyono. Semuanya juga tidak memperbolehkan lahannya ditambang,” kata Martono.

Berdasarkan informasi, kata Martono, ada wacana perusahaan melakukan pematokan karena akan segera melakukan penambangan pasir di lahan warga. Sebagai kompensasi, warga penggarap akan mendapat Rp 100 ribu per rit.

“Saya jelas menolak, penghasilan saya dari mengelola lahan pasir seluas dua hektare dengan menanam palawija, melon atau jagung hasilnya jauh lebih banyak,” ujar Martono.

Setiap musim panen melon dia bisa menghasilkan enam ton melon seharga Rp 24 juta. “Kalau ditambang saya kehilangan lahan selamanya. Apalagi hanya diganti Rp 100 ribu per rit,” keluh Martono.

Bendahara Paguyuban Kismon Muncul Jazil mengklaim semua lahan yang terpasang patok merupakan milik anggota Paguyuban Kismo Muncul dengan status Letter C. Jika perusahan tambang memaksakan diri untuk menambang sangat berpotensi terjadi konflik horisontal.

“Selain berstatus Letter C, semua lahan anggota Paguyuban Kismo Muncul berdekatan langsung dengan bangket Sungai Progo. Jadi tidak mungkin boleh ditambang. Kalau sampai ditambang, maka air Sungai Progo akan merendam wilayah selatan Galur,” kata Jazil.

Dia menegaskan, untuk menjaga kondusivitas dan keberlangsungan lahan pertanian warga, pihak perusahaan penambangan diimbau menghentikan rencana mereka.

“Selain warga ingin tetap memanfaatkannya sebagai lahan pertanian, kalau dipaksakan menambang memicu banjir. Karena terlalu dekat bangket sungai,” kata Jazil. (tom/iwa/mg1)