SLEMAN- Pola makan dan jenis makanan tak sehat ditengarai menjadi pemicu utama maraknya penyakit degeneratif seperti stroke, diabetes melitus, dan jantung koroner. Apalagi di bulan puasa. Makanan manis dan gorengan hampir selalu menjadi menu utama berbuka.

Menu empat sehat lima sempurna tetap harus dijaga supaya tubuh tetap fit selama menjalankan ibadah puasa. Kebutuhan karbohidrat dan protein harus tercukupi secara seimbang.

Setiap menjelang Lebaran harga kebutuhan daging biasanya melonjak tinggi, baik ayam maupun sapi. Itu seiring meningkatnya permintaan masyarakat. Padahal, untuk memenuhi kebutuhan gizi, khususnya protein, tidak harus mahal. Daging bisa diganti ikan air tawar. Selain lebih murah, ikan mengandung lemak tak jenuh yang sangat baik bagi kesehatan tubuh tanpa memandang usia. Tak berpengaruh pula pada pengidap hipertensi. “Ikan lebih menyehatkan dibanding daging. Ramadan ini bisa menjadi momentum bagus untuk mengganti daging dengan ikan,” ungkap Wakil Bupati Sleman Sri Muslimatun.

Supaya tetap sehat dan bugar selama puasa, kebutuhan gizi seimbang harus dijaga. Karena volume makan saat puasa berkurang, maka gizi makanan yang dikonsumsi harus ditingkatkan. Makanan bergizi tinggi tak harus mahal. Lebih parah lagi jika makanan mahal yang dikonsumsi justru tak menyehatkan bagi tubuh. Misalnya, makanan cepat saji.

Saat Lebaran, konsumsi daging lebih baik dibatasi guna mencegah beragam penyakit degeneratif. “Ikan insya Allah aman serta bisa menyehatkan badan dan keuangan karena harganya terjangkau,” tutur Muslimatun, yang juga bidan senior itu.

Menurut Muslimatun, produksi ikan di Kabupaten Sleman cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Setidaknya untuk dikonsumsi sendiri. Terlebih, Pemkab Sleman terus mendorong pola pertanian dengan sistem mina padi. Artinya, lahan pertanian (sawah) dikelilingi kolam untuk memelihara ikan.

Sedangkan untuk pemenuhan karbohidrat tak harus dengan nasi. Sleman memang menjadi penopang tertinggi produksi beras di DIJ. Kendati demikian, membiasakan masyarakat makan sumber karbohidrat non-beras terus digalakkan. Hal ini semata-mata demi meningkatkan pola ekonomi keluarga. Juga mencegah diabetes, mengingat nasi mengandung cukup banyak unsur gula. Pengidap penyakit degeneratif bisa mengganti nasi dengan ketela atau produk palawija lainnya. “Pemkab menggelar lomba membuat makanan berbahan labu. Ini tak sekadar lomba, tapi membiasakan masyarakat mengubah pola makan karbohidrat, sekaligus memantik ide ekonomi kreatif,” paparnya.(*/yog/mg1)