Tak Mudik karena Tidak Mau Menyia-nyiakan Kepercayaan
Dibebastugaskannya Rudy Eka Priyambada dari juru taktik PS Tira, membuatnya harus menjalani dua peran sekaligus. Sebagai pelatih caretaker The Young Warriors dan juga sebagai asisten pelatih Indra Sjafri di Timnas Indonesia U-19. Kondisi itu membuatnya tak bisa libur Lebaran ke kampung halamannya, Surabaya.
RIZAL SN, Bantul
Selasa sore itu (22/5) dia masih membantu Indra Sjafri melatih Timnas Indonesia U-19 yang bersiap turun di Piala AFF dan AFC U-19. Berada di Lapangan UNY, Karangmalang, dia berteriak memberikan instruksi kepada Egy Maulana Vikri dkk.
Setelah selesai sesi latihan memasuki waktu berbuka, ternyata kesibukannya belum berhenti. Bergeser agak malam, sosoknya terlihat di Stadion Sultan Agung Bantul. Waktu itu PS Tira menjamu Perseru Serui dalam lanjutan Liga 1 pekan 10. Dialah Miftahudin Mukson. Pria berpangkat mayor CPM yang juga pelatih dengan lisensi B AFC. Saat ini dia sedang dalam kursus meraih A AFC. Kesibukan itu, dilaluinya tanpa mengeluh.
“Ini (PS TNI Rakyat, Red) institusi kami, kami tugas di sini bagian dari dinas. Sementara di timnas itu tugas negara. Apapun itu, kapan pun negara memanggil bagian dari doktrin kami sebelum jadi polisi militer kalau negara memanggil kapan pun di manapun kami harus siap,” katanya mantap kepada Radar Jogja yang menemuinya sebelum PS Tira menjamu Persija Jakarta, kemarin (8/6).
Jika orang melihat dirinya sibuk bolak-balik Timnas dan PS Tira, dia mengaku menjalaninya dengan ikhlas tanpa tendensi apa pun. Menurutnya, kepercayaan yang diberikan adalah amanah yang tidak bisa disia-siakan. Karena itu harus tetap dikerjakan semaksimal mungkin.
“Di Timnas U-19, tahun lalu di AFF kami hanya dapat peringkat 3, padahal materi pemain kami jauh lebih kompetitif dibanding peserta lain. Kami ingin tahun ini bisa membawa bangga nama Indonesia,” ungkapnya.
Miftahudin memang perlu membagi waktunya. Setelah partai menjamu Persija Jakarta, PS Tira diliburkan dan berkumpul kembali pada 25 Juni. Sehari berikutnya sudah harus mulai berlatih untuk bersiap melawat ke kandang Sriwijaya FC pada 6 Juli 2018. Di sisi lain, sebagai asisten pelatih Timnas, pada 18 Juni tim sudah harus berkumpul untuk menjalani TC tahap kedua di kompleks latihan UNY. “Saya terpaksa tidak mudik, biasanya ke Surabaya, karena 18 Juni sudah harus masuk. Lebaran di Jogja,” tuturnya.
Keluarga Miftahudin tinggal di Jakarta. Istrinya yang bekerja di TNI AU dan anaknya yang akan masuk SMA, juga tidak bisa mudik. Meskipun demikian, hal tersebut bukan pertama kalinya dijalani Miftahuhin. Tahun lalu bersama Timnas U-19 dia juga menjalani puasa di Prancis, sebab timnas mengikuti turnamen Toulon.
Miftahudin memulai karir sepak bola dan sebagai tentara di tahun yang sama. Dia bisa masuk tentara karena ikut program Bintara Bola tahun 1993. Sebelumnya dia aktif di klub internal Persebaya Surabaya, Angkasa. Setelah lulus tes, dia sempat bergabung ke Persija Jakarta, namun tim dibubarkan saat kerusuhan tahun 1998. Selanjutnya dia banting stir menekuni dunia kepelatihan.
Salah satu puncaknya yakni meraih Juara ISC U-21 musim 2016 bersama PS TNI U-21. Timnya melakoni semifinal di SSA dan final di Manahan, Solo. Dalam membentuk skuad, dia melakukan seleksi dari Aceh hingga Papua dengan seleksi terbuka. “Kami ketemu Syahrul, Roni Sugeng, Dani, awalnya tidak kenal. Dari seleksi terbuka mereka ikut. Lalu Andi Setyo dan Alwi masuk di putaran kedua setelah dari Timnas U-19 asuhan Edi Tjong,” bebernya.
Tugasnya di PS Tira dan Timnas, menurutnya, bagian dari tugas perwira menengah menjabarkan perintah pimpinan TNI yang ingin menyumbangkan kemampuan untuk sepak bola nasional. Yaitu berusaha memberikan hiburan dan warna bahwa sepak bola dengan serius bisa mendapat prestasi. “Target mudah-mudahan bisa juara,” harapnya.
Saat ini Miftahudin sudah mengantongi lisensi pelatih B AFC, sedangkan pada pekan ketiga bulan Juni akan melanjutkan modul ketiga untuk lisensi A AFC. Tentu dia harus bisa membagi waktu untuk dapat menjalani banyak tugas, selain melatih di Timnas U-19 dan PS Tira. Sebagai pelatih, dia mengaku sangat terkesan dengan Indra Sjafri.
Menurutnya, Indra pelatih yang selalu optimistis dan memiliki kepercayaan diri tinggi. Namun hal itu diimbangi dengan kemampuannya dalam melatih. “Awalnya saya kira dia sosok yang sombong. Tapi ternyata itu kepercayaan diri agar tidak inferior dengan lawan. Mentalitas itu yang dia tularkan dan efeknya ke tim pelatih dan pemain kami,” ungkapnya tentang pelatih kepala Timnas U-19 itu.
Satu yang dia ingat dan paling berkesan adalah saat Timnas U-19 ikut turnamen di Toulon, Prancis, tahun lalu. Saat itu lawan Egy Maulana Vikri dkk adalah tim Eropa dan Amerika Selatan seperti Brasil. Namun dia menuturkan, Indra Sjafri mampu meyakinkan pemain bahwa tidak ada yang perlu ditakuti.
“Dia (Indra Sjafri, Red) bilang ‘mereka (tim Brasil) manusia dan kita juga manusia, lalu apa bedanya’. Ketika itu kami hanya kalah tipis dan sebenarnya punya dua peluang emas mencetak gol,” bebernya.
Kata-kata Indra, menurutnya, selalu membuat pemain yakin, selain percaya diri itu juga berimbas ke pemain dan tim. Menghadapi lawan dengan usia dan postur tubuh yang lebih tinggi, ketika itu tak membuat pemain minder. Meskipun dari tiga pertandingan Timnas pulang dengan nirpoin setelah kalah dari Brasil U-20 1-0, Rep Ceko U-19 2-0 dan Skotlandia U-19 2-1. (laz/ong)