BANTUL – Ini pukulan telak terhadap penegakan hukum di DIJ. Kamis (28/6) kantor Pengadilan Negeri (PN) Bantul dirusak sekelompok massa. Seratusan orang beratribut organisasi kemasyarakatan (ormas) Pemuda Pancasila (PP) melakukan perusakan sesaat setelah ketua majelis hakim Agung Sulistiyono menjatuhkan vonis penjara selama lima bulan dengan masa percobaan sembilan bulan terhadap Dino Bimo Santoso alias Abdul Gani.
Ketua PP Kabupaten Bantul ini terbukti bersalah dalam kasus penganiayaan, perusakan, dan perbuatan tidak menyenangkan di kantor Pusat Studi Hak Asasi Manusia (Pusham) Universitas Islam Indonesia 8 Mei tahun lalu.
”Setelah putusan hakim langsung menuju ruangan atas dengan dikawal polisi,” tutur Humas PN Bantul Zaenal Arifin kemarin.
Dari pantauan, sarana pengadilan yang terletak di Jalan Profesor Dr Supomo tampak poran-poranda. Kursi pengunjung dan meja piket terbalik. Layar televisi yang berfungsi menayangkan jadwal sidang, kaca jendela ruang lobi, hingga ruang sidah pecah. Beberapa pot bunga juga pecah tak berbentuk. Kendati begitu, massa tidak melakukan penganiayaan terhadap pegawai pengadilan. Menurutnya, peristiwa ini merupakan kali pertama dalam sepuluh tahun terakhir.
”Syukurnya, tidak ada ancaman kepada hakim,” ucapnya tanpa menyebut upaya apa yang akan ditempuh pengadilan.
Menurutnya, vonis yang dijatuhkan majelis hakim berdasar sejumlah fakta di persidangan. Tanpa intervensi maupun pengaruh pihak mana pun.
Ketua PN Bantul Agung Sulistiyono memberikan keterangan serupa.
Menurutnya, vonis majelis hakim lebih ringan dibanding tuntutan jaksa penuntut umum. Dalam nota tuntutannya, JPU menuntut terdakwa dengan hukuman penjara enam bulan dengan masa percobaan sepuluh bulan.
”Artinya hukuman tidak perlu dijalani. Kecuali selama masa percobaan kembali melakukan tindak pidana,” jelasnya.
Sementara itu, Kapolres Bantul AKBP Sahat M Hasibuan menegaskan, kepolisian bakal menyelidiki kasus ini hingga tuntas. Hingga kemarin petang kepolisian berusaha mencari keterangan dan petunjuk. Mulai saksi hingga rekaman circuit closed television (CCTV) pengadilan.
”Kami sudah mengumpulkan barang bukti, meminta keterangan saksi, dan mengidentifikasi petunjuk,” ungkapnya.
Terkait perusakan ini, Sahat mengaku di luar dugaan. Biasanya, agenda sidang dengan terdakwa pentolan ormas ini berjalan tertib. Meski puluhan anggota ormas kerap menghadiri persidangan.
”Kami sudah mencoba menghalau massa agar keluar pengadilan,” dalihnya.
Terpisah, Doni Bimo Santoso berdalih insiden perusakan yang melibatkan massa PP terjadi spontan. Seratusan massa langsung bereaksi setelah majelis hakim membacakan vonis. Sebab, vonis majelis hakim seharusnya dua pertiga lebih ringan di bawah tuntutan JPU. Terlebih, massa dari wilayah DIJ dan Jawa Tengah ini menganggap bahwa pelaksanaan pameran di Pusham UII 8 Mei 2017 yang dibubarkan PP ilegal. Sementara, majelis hakim selama persidangan tak pernah menyinggung legalitas penyelenggaraan pameran tersebut.
”Semuanya tahu bahwa kegiatan yang dibubarkan merupakan ilegal,” ucapnya.
Merespons vonis ini, Doni mengaku belum mengetahui apa yang akan ditempuhnya. Dia memilih menunggu koordinasi dengan ketua umum PP. (ega/zam/mg1)