SLEMAN – SEBELUM pindah di Bedingin Wetan, Mlati, Sleman, Saefulloh dan keluarganya pernah berdomisili di Dusun Babadan, RT 24/RW 17, Plumbon, Banguntapan, Bantul sejak 2005. Dia pindah dari Babadan sekitar tiga tahun lalu. Namun tak ada warga yang tahu kepindahannya hingga ditangkap Densus 88 di Bedingin Wetan Rabu (11/7).

Sebagaimana di Bedingin, Saefulloh dan keluarganya juga dikenal sebagai warga yang baik dan mudah bergaul ketika tinggal di Babadan. Dia kerap nongkrong dan berjudi di sekitar tempat tinggalnya saat itu.

Baca Juga : Sekeluarga Diciduk Densus 88 di Sleman

“Dia (Saefulloh, Red) bahkan sering bermain judi di bilangan Pasar Kembang, Jogja,” ungkap Subarno,53, tetangga Saefulloh di Babadan.

Hanya, sejak 2011 terjadi perubahan drastis pada Saefulloh. Dia cenderung menutup diri dari masyarakat. Kebiasaannya main judi juga berhenti. Saefulloh mulai sering mengenakan pakaian gamis panjang dengan celana di atas mata kaki. “Kalau lewat di dekat warga juga lebih banyak diam. Tak pernah saling sapa lagi,” katanya.

Sejak saat itu Saefulloh mulai alih profesi menjadi penjual martabak. Ketua RT 24 Babadan Heru Setiawan mengaku pernah diundang pengajian di rumah Saefulloh. Sejak saat itu Heru tahu jika Saefulloh telah gabung dalam Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). “Bulan puasa lalu dia juga datang di Babadan membagi-bagikan daging, anaknya akikah,” katanya.

Babinsa Banguntapan Tri Wintoro mengaku tidak terkejut ketika tahu Saefulloh menjadi terduga teroris. Dia bahkan sempat mendengar kabar jika beberapa tahun lalu Saefulloh dicegat aparat di Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng karena diduga teroris. Tapi setelah diperiksa, Saefulloh dinyatakan tak bersalah dan dilepaskan. (ega/yog/fn)

TKP: Rumah kontrakan Saefulloh di Dusun Bedingin, Sumberadi, Mlati, Sleman. (GUNTUR AGA TIRTANA/RADAR JOGJA)