BANTUL – Kediaman Sumarsih, 43, dan Ngadino, 55, di Jalakan RT 06, Triharjo, Pandak, Bantul dipenuhi warga, Sabtu (21/7). Mereka datang untuk mengucapkan duka cita dan bela sungkawa.
Keluarga dan pelayat terlihat duduk lesehan sembari menunggu kedatangan jenazah Wiwid Sutrisnoputro, 25, yang meninggal dunia di Korea Selatan pada Rabu (18/7) lalu.
Wiwid merupakan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di sebuah perusahaan awak kapal Korea. Belum genap dua tahun dia bekerja di sana. Namun nahas, kecelakaan kerja menyebabkan nyawanya melayang.
Anak pasangan Sumarsih dan Ngadino tersebut mengalami kecelakaan sewaktu bekerja di pengolahan bijih besi. Dia terpeleset hingga jatuh di kubangan biji besi yang panas.
Sang ibu, Sumarsih, mengatakan, satu jam sebelum kejadian, Wiwid sempat berkomunikasi dengan dirinya lewat pesan singkat. Wiwid pun sempat pamit saat akan berangkat kerja pada Rabu pukul 18.00 WIB. “Mak berangkat dulu ya (Bu, berangkat dulu ya),” kata Wiwid. Dibalas Sumarsih “Iya le, ati-ati ya (Iya nak, hati-hati ya)”.
“Biasanya langsung dibalas namun ini tidak dibalas,” ungkap Sumarsih.
Namun sekitar satu jam berikutnya, sekitar pukul 19.00 WIB, Sumarsih justru mendapat panggilan dan pesan dari teman-teman Wiwid yang sama-sama bekerja di Korea. Rekan Wiwid memberi kabar bahwa putranya mengalami kecelakaan kerja dan meninggal dunia.
“Waktu itu saya belum yakin anak saya meninggal. Baru satu jam saling kirim pesan kok meninggal. Saya masih menunggu balasan hingga Rabu pukul 24.00. Karena tidak ada respons, akhirnya baru percaya bahwa anak saya benar meninggal,” ungkap Sumarsih yang tak kuasa menahan tangis ketika ditemui Radar Jogja kemarin (21/7).
Ngadino menambahkan, menurut kabar dari teman-teman Wiwid, ketika kejadian, sang anak bersama teman-temannya sedang bekerja di dekat kubangan biji besi panas. Tiba-tiba saja Wiwid terpeleset hingga sepatunya lepas. Nahas, Wiwid tercebur ke dalam kubangan itu.
“Sempat berteriak minta tolong sekali. Namun teman-temannya tidak bisa membantunya karena kubangan tersebut benar-benar panas. Teman-temannya tidak bisa berbuat apa-apa. Tidak tahu cara menolongnya. Mereka juga pasrah,” Tutur Ngadino.
Menurut Ngadino, keluarga sudah menerimanya dengan ikhlas. Perusahaan Korea tempat Wiwid bekerja juga bertanggung jawab atas kepulangan sang anak. Perusahaan juga mengirimkan barang-barang milik korban yang berada di Korea.
“Teman-teman kerjanya turut memberikan santunan dan mereka menggelar tahlil untuk korban di sana,” ungkapnya.
Rencananya, korban dipulangkan dari Korea Selatan dengan pesawat. Diperkirakan sampai Jogja Sabtu pukul 22.00 WIB (tadi malam). “Jenazah akan dikuburkan di TPU, sekitar 200 meter dari rumah,” ungkap Ngadino.
Ngadino menuturkan, sosok Wiwid dikenal anak tidak neko-neko dan berkepribadian santun. Walau jauh dari orang tua, setiap hari dia selalu memberi kabar kepada lewat telepon. Selain mempunyai keinginan mengejar impiannya bekerja di Korea, dia juga berjanji untuk selalu membahagiakan keluarga.
“Wiwid sudah menjadi tulang punggung bagi keluarga. Rumah ini dulu hampir roboh. Ya Wiwid yang membiayai renovasi rumah, membantu sanak keluarganya. Cita-citanya yang belum kesampaian menyekolahkan adiknya hingga pendidikan tinggi,” ungkapnya. (cr6/ila)