SLEMAN – Kasus kekerasan pada anak di Sleman masih tinggi. Hingga semester I 2018 Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Sleman mencatat ada 210 kasus yang masuk.

Kepala DP3AP2KB Sleman Mafilindati Nuraini mengatakan pada 2017 pihaknya menerima laporan sebanyak 471 kasus. “Kalau dari angka, kami belum bisa menentukan meningkat atau menurun karena harus menunggu setahun dulu,” kata Mafilinda, Jumat (3/8).

Dari 2015 hingga 2017 jumlah kasus kekerasan di Sleman mengalami penurunan. Pada 2015 terdapat 539 kasus, 2016 ada 499 kasus dan 2017 turun menjadi 471 kasus.

Mafilinda mengatakan, mayoritas kasus yang terjadi lebih kepada psikis, fisik dan penelantaran. Pada semester I 2018 pihaknya mencatat sebanyak 127 kasus menimpa orang dewasa dan 83 kasus anak-anak.

Mafilinda menjelaskan angka tersebut bisa saja bertambah lantaran masyarakat tidak sadar jika telah melakukan kekerasan. Dicontohkan, pada sistem pendidikan, guru harusnya menegur siswa yang melanggar peraturan dengan cara yang berbeda.

Jangan sampai ketika menegur siswa guru secara tidak sadar melakukan kekerasan psikis ataupun fisik pada siswa. “Di sektor sekolah sudah ada Peraturan Bupati (Perbup) 19/2016 tentang Pengembangan Sekolah Ramah Anak,” kata Mafilinda.

Dalam penanganan terhadap korban kekerasan, pihaknya bekerjasama dengan pihak-pihak terkait. Termasuk pendampingan kasus yang sampai ke ranah hukum.

Pihaknya juga memiliki Sistem Informasi Kekerasan Perempuan dan Anak (SIKPA). Sistem ini diharapkan memermudah masyarakat melaporkan kasus kekerasan dan dapat diakses melalui website.

Selain itu, untuk semakin menekan angka kekerasan di Sleman, pihaknya membentuk Satgas Perlindungan Perempuan dan Anak di 69 desa. “Kami juga punya Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga) Keluarga Sejahtera yang Sembada (Kesengsem) untuk memberikan konseling bagi masyarakat,” kata Mafilinda. (har/iwa/mg1)