BANTUL – Raperda tentang Penyelenggaraan Pasar rakyat, Toko Swalayan, dan Pusat Perbelanjaan akhirnya menemui titik terang. Raperda perubahan atas Perda No. 16/ 2010 tentang Pengelolaan Pasar ini tinggal menunggu pemberian nomor sekaligus pengundangan.

Ketua Panitia Khusus (Pansus) II Bibit Rustamto mengatakan, pembahasan raperda ini memakan waktu cukup lama. DPRD baru dapat menggelar rapar paripurna (rapur) terakhir Jumat (24/8).

”Paripurna terakhir tentang Penyampaian laporan pansus dan pengambilan keputusan atas pembahasan fasilitasi gubernur terhadap raperda tentang pengelolaan pasar rakyat, toko swalawan dan pusat perbelanjaan,” jelas Bibit di kantornya, Kamis (30/8).

Bibit Rustamto. (ZAKKI MUBAROK/RADAR JOGJA)

Meski memakan waktu cukup lama, politikus Partai Nasdem ini memastikan materi regulasi ini persis dengan pembahasan di tingkat pansus. Seluruh materinya melindungi pasar rakyat dan toko kelontong. Seperti semangat yang diusung pansus. Meski, sempat ada dinamika saat pembahasan.
Di antara dinamika yang mencolok saat pembahasan adalah mengenai rencana penambahan titik toko modern berjejaring (TMB). Seperti di sepanjang Jalan Srandakan dan Jalan Panembahan Senopati.
”Tapi berbagai usulan itu kami tolak,” tegasnya.

Yang membedakan, bekas lurah Bangunjiwo tersebut mengungkapkan bahwa regulasi ini mengakomodasi penambahan titik baru TBM di wilayah pinggiran. Persisnya di pinggir ring road selatan hingga perbatasan Kabupaten Bantul dengan Kota Jogja dan Sleman. ”Ada sekitar enam titik (TBM) baru. Tepatnya tersebar di tiga kecamatan. Yaitu, Banguntapan, Sewon, dan Kasihan,” sebutnya.

GRAFIS: HERPRI KARTUN/RADAR JOGJA

Wilayah ini, Bibit menekankan, merupakan zonasi khusus. Jarak lokasi TBM baru dengan pasar rakyat diberikan toleransi. Paling dekat maksimal hingga 2.000 meter. Ini berbeda dengan jarak antara TBM dan pasar rakyat di kecamatan lain. Di mana tetap mempertahankan 3.000 meter.

Kenapa tiga kecamatan mendapat perlakuan istimewa? Menurutnya, penambahan titik TBM bukan tanpa alasan. Tiga kecamatan itu tidak hanya berdekatan dengan Kota Jogja. Lebih dari itu, jumlah penduduk di tiga wilayah aglomerasi ini juga sangat padat.
”Perbandingan kepadatan penduduk dan jumlah toko modern mengisyaratkan adanya penambahan,” ungkapnya.

Tidak hanya TBM, Bibit melanjutkan, tiga kecamatan dalam regulasi baru ini juga mendapatkan perlakuan khusus lain. Yakni, sebagai lokasi pendirian pusat perbelanjaan besar seperti department store. Kendati begitu, Bibit pesimistis investor dalam waktu dekat bersedia membangun department store atau mal di tiga wilayah ini.
”Gambling ketika menanamkan modal untuk membangun mal di Bantul dalam waktu lima tahun ke depan,” ujarnya.

Ketika disinggung mengenai keberadaan TBM, Bibit tak menampik bahwa perkembangan zaman dan kepadatan penduduk menuntut sejumlah konsekuensi. Di antaranya memberikan ruang kepada TBM. Namun, Bibit mengingatkan, penambahan TBM baru harus disertai dengan identifikasi plus kajian khusus. Agar wacana penambahan TBM benar-benar dapat dipertanggungjawabkan. ”Harus ada formulasinya. Tidak sekadar usul,” ingatnya.

Anggota Pansus II Setiya mengungkapkan hal senada. Menurutnya, materi raperda yang tinggal menunggu diundangkan ini mengakomodasi kepentingan pedagang tradisional. Itu dibuktikan dengan ketatnya pengaturan jarak antara TBM maupun toko modern lokal dan pasar rakyat. Jarak toko modern lokal paling dekat 500 meter dari pasar rakyat. Sedangkan hypermarket paling dekat 5.000 meter.
”Secara substansi tidak banyak berubah. Yang banyak berubah pengurutan pasal demi pasal dan nomenklatur penamaan,” tambahnya. (*/zam/mg1)