SLEMAN – Perempuan punya posisi penting dalam kehidupan bermasyarakat. Salah satunya adalah para Nyai yang tergabung dalam Jam’iyyah Pengasuh Pesantren Putri dan Mubalighah (JP3M).
JP3M merupakan wadah para Nyai pengasuh pesantren di 40 kabupaten di DIJ dan Jawa Tengah. Para Nyai yang tergabung dalam JP3M itu berkumpul di Yayasan Nur Iman, Mlangi, Sleman untuk merayakan hari lahir (harlah) ke-3 sekaligus merayakan hari santri,Senin (22/10).
Ketua Umum JP3M, Hannik Maftukhah menjelaskan, adanya JP3M untuk menyatukan perbedaan. Sehingga tidak mudah terpecah belah.
“Adanya JP3M ini untuk mempersatukan para ahli ilmu yang berbeda latar belakang pendidikan, budaya dan sudut pandang,” ujar perempuan yang akrab disapa Nyai Hannik.
Hannik menyebut, adanya perempuan ini merupakan tiang negara. Seperti halnya tertuang dalam hadist ketika perempuan-perempuan ini baik, maka negara akan menjadi baik.
“Kami berusaha untuk selalu mengedepankan dakwah islamiyah untuk kebaikan umat,” katanya.
Adanya JP3M, kata Hannik, sekaligus menyatukan visi dan misi para alim ulama jika ada hal yang tidak sesuai dengan kriteria syariat. “Dengan persatuan bisa saling tukar pengalaman agar bisa menyempurnakan ilmu agama,” kata perempuan yang juga pendiri JP3M itu.
Jika persatuan umat hilang, dia khawatir nantinya timbul perpecahan. Dari situ, eksistensi negara juga turut dipertaruhkan. “Nanti dampaknya seperti negara di Timur Tengah yang dibinasakan dengan isu-isu tertentu,” katanya.
Peringatan harlah JP3M dihadiri salah seorang anggota DPD RI, GKR Hemas. Dia menyoroti jika saat ini agama sering dibajak dan dipolitisasi untuk kepentingam pihak yang tidak bertanggung jawab. “Akibatnya banyak intoleransi,” kata GKR Hemas.
Ada kemunduran nilai di masyarakat. Terutama kemunduran nilai toleransi setelah era reformasi. “Padahal keberagaman adalah jati diri bangsa,” ujar GKR Hemas. (har/iwa/zl/mo2)