Warga Berebut Berkah saat Tradisi Saparan Bekakak

SLEMAN – Masyarakat Jawa, khususnya Jogjakarta kental dengan nilai budaya dan tradisi. Terlebih, pada bulan-bulan tertentu seperti Safar dalam penanggalan kalender Jawa. Ada banyak tradisi yang digelar untuk melestarikan budaya adiluhung sekaligus menjaga identitas. Seperti tradisi Saparan Bekakak yang digelar warga Ambarketawang, Gamping, Sleman, Jumat (26/10). Tradisi yang telah berusia 263 tahun ini dilaksanakan setiap tanggal 15 Safar.

”Tradisi ini kali pertama digelar pada tahun 1755,” jelas Ketua Panitia Saparan Bekakak Bambang Cahyono di sela acara.

Ada sejarah penting yang melatarbelakangi tradisi ini. Diceritakan, tradisi ini atas perintah Hamengku Buwono (HB) I. HB I saat itu memerintahkan warga untuk membuat sesaji berupa sepasang pengantin. Namun, sepasang pengantin ini bukan pasangan sebenarnya. Melainkan berupa sepasang pengantin yang terbuat dari tepung beras. Perintah itu atas banyaknya kecelakaan yang menimpa penambang batu gamping.

”Ada yang kena runtuhan. Bahkan seorang abdi dalem keraton, Ki Wira Suta sampai terkubur dan jasadnya tidak pernah ditemukan,” tuturnya.

Bekakak merupakan sepasang boneka yang dibuat menyerupai manusia. Bahan bakunya dari tepung beras ketan dan tepung beras Jawa.

”Kali ini kami membuat dua pasang bekakak dari 35 kilogram tepung,” jelas pria yang juga Kepala Dusun Gamping Kidul ini.

Selain sepasang bekakak, ada pula ogoh-ogoh yang diarak mengelilingi Ambarketawang. Namun, yang utama hanya ada dua ogoh-ogoh berwujud gandaruwo.

Gandaruwo ini merupakan simbol dari jin yang mendiami Gunung Gamping,” sambungnya.

Bambang menjelaskan, selain bekakak dan ogoh-ogoh, ada pula sesajen. Isinya berupa pisang sanggan, tumpeng besar, jajan pasar, tumpeng pancawarna, dan lima macam minuman. Yaitu, air putih, teh, kopi pahit, rujak, air bunga.

Ada juga jagung bakar, merpati bakar, ingkung, ketela bakar, dan jadah bakar.

”Dulu ada candu dan jenewer, tapi sekarang sudah tidak pakai karena dilarang pemerintah,” katanya.

Dalam tradisi Saparan Bekakak, manten bekakak itu disembelih. Itu sebagai simbol dari pengorbanan. Lokasi penyembelihan bekakak di dua tempat. Yaitu, di bekas Gunung Ambarketawang dan di Gunung Keliling yang sekarang menjadi Taman Wisata Alam Gunung Gamping.

Hingga sekarang tradisi Saparan Bekakak masih dipertahankan.

”Salah satu tujuannya agar generasi muda tidak lupa dengan sejarah,” tambahnya.

Kepala Dinas Kebudayaan Sleman Aji Wulantara menjelaskan, upacara adat ini telah diakui sebagai warisan budaya tak benda.

Dalam upacara ini warga turut memperebutkan bagian dari bekakak serta gunungan. Sebagian mereka ada yang percaya bahwa hal itu mendatangkan keberuntungan.

”Kalau di Jawa ada istilah ngalap berkah. Karena ini sebuah pengorbanan yang punya nilai tersendiri, jadi warga pengin mendapat sebagian berkah itu,” kata Aji yang juga ditunjuk untuk menyembelih bekakak.

Dari itu, dia berharap upacara ini dapat memberikan berkah untuk semua warga di Ambarketawang.

”Pada intinya ini untuk keselamatan dan kesehatan warga sekitar Ambarketawang, Gamping dan Sleman serta DIJ,” harapnya.

Seorang warga, Sugini mengatakan, bagi yang percaya bekakak yang diperebutkan akan mendapatkan rezeki.

”Itu kan hanya kepercayaan, bisa benar bisa tidak,” ujarnya warga Kalibayem yang mendapatkan salah satu bagian bekakak ini. (*/har/zam/fj/mo2)