JOGJA – Direktorat Bela Negara Direktorat Jenderal Potensi Pertahanan Kementerian Pertahanan RI terus mengadakan sosialisasi pembinaan kesadaran  bela negara.

Selama dua hari, 21-22 November 2018 Direktorat Bela Negara bekerja sama dengan Pemprov DIY dan Komisi I DPR RI menggelar sosialisasi  kesadaran bela negara bagi generasi muda di  DIY.

”Tiap minggu kami ada di berbagai daerah. Setelah Jawa Tengah dan DIY, minggu depan ke Sulawesi Selatan,” ujar Direktur Bela Negara Brigjen TNI Tandyo Budi Revita di Hotel Ros In Jalan Parangtritis, Bantul kemarin (21/11).

Tadyo mengatakan, sosialisasi kesadaran bela negara perlu kembali digaungkan kepada semua komponen masyarakat. Terutama bagi generasi muda. Diakui, setelah era reformasi 1998, ada sebagian orang merasa alergi bicara bela negara dan Pancasila.

Padahal pada 2006, Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono telah mencanangkan Hari Bela Negara. Di masa Presiden Joko Widodo kegiatan kesadaran bela negara makin dimassifkan.

”Tantangan bela negara semakin kompleks. Tantangannya tidak sekadar terkait dengan militer. Di luar militer, ancamannya lebih nyata,” katanya.  Karena itu, kesadaran itu harus dibangun sejak dini.

Tandyo menyebutkan isu soal terorisme, radikalisme, narkoba, bencana alam dan keselamatan umum. Pria asal Surakarta ini memberikan contoh sederhana menyangkut keselamatan umum. Misalnya sudah ada laranga dilarang masuk, tak jarang anak muda menerobos begitu saja. Tindakan semacam itu tanpa disadari membahayakan keselamatan orang lain.

Dia membandingkan generasi milenial yang lahir setelah 1998 atau dekade 2000-an dengan generasi di eranya. Anak-anak milenial tak lagi mendapatkan materi bela negara seperti Penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4). Penataran P4 banyak diterima mereka yang lahir di era 1960 dan 1970-an.

Meski demikian, Tandyo memuji anak-anak milenial juga banyak mengukir prestasi. Misalnya saat penyelenggaraan Asian Games beberapa waktu lalu. Mereka yang menorehkan prestasi prestasi juga didominasi anak-anak muda. ”Itu sebenarnya juga berhubungan dengan semangat bela negara,” katanya.

Tandyo juga menyinggung isu LGBT (lesbian, gay, biseksual dan transgender). Dari sisi bela negara, LGBT bisa mengancam keutuhan negara. Sebab, bila dibiarkan, LGBT bisa mengancam regenerasi sebuah bangsa. “Akibat LGBT suatu bangsa bisa punah karena tidak melahirkan keturunan,” ingatnya.

Sosialisasi itu juga menghadirkan Wakil Ketua Komisi I DPR RI Ahmad Hanafi Rais. Dalam kesempatan itu, Hanafi mengingatkan empat konsensus berbangsa dan bernegara. Yakni Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika.

Menurut Hanafi, konsensus itu terbuka ditambah. Misalnya Bahasa Indonesia, bendera merah putih dan TNI/Polri. “Bisa saja konsensus itu ditambah. Tidak hanya empat, tapi tujuh. TNI/Polri terbukti menjadi perekat persatuan bangsa,” katanya. (kus/ila)