MAGELANG – Keanekaragaman tumbuhan di sekitar Candi Borobudur coba dieksplorasi oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Salah satunya dengan bakal menjadikannya sebagai sebuah kawasan Cagar Biosfer atau suatu kawasan ekosistem yang keberadaannya diakui dunia internasional sebagai bagian dari program Man and Biosphere UNESCO. Tujuannya mencapai keseimbangan antara melestarikan keanekaragaman hayati, pembangunan ekonomi, dan kebudayaan.
“Borobudur akan menjadi destinasi wisata dan budaya yang melestarikan keanekaragaman hayati, terutama tumbuhan,” kata Kepala Pusat Penelitian Biologi LIPI Witjaksono, kemarin (23/11). Witjaksono menyampaikan hal itu dalam Diseminasi Hasil Kegiatan IBSAP Lokus Borobudur di Hotel Grand Artos.
Dijelaskan, LIPI tengah melakukan pengkajian di dua lokasi potensial. Antara lain kawasan Borobudur yang meliputi tiga kluster penting, yakni Taman Nasional Gunung Merapi-Merbabu, Karst Menoreh dan sekitarnya, dan Borobudur beserta kawasan pendukungnya.
“Satu lagi di Karimunjawa. Status Cagar Biosfer untuk Kawasan Borobudur dan Karimunjawa itu bisa diraih, asalkan ada komitmen kuat dari pemerintah daerah dalam mengembangkan sistem biosfer ini. Kalau sudah komit dan punya sistem pengelolaan yang kuat, kami ajukan ke UNESCO sebagai nominasi dan disahkan,” tuturnya.
Untuk menuju ke sana pihaknya sudah melakukan penelitian terkait keanekaragaman hayati di relief Candi Borobudur. Hasilnya, ada sekitar 80 jenis tanaman yang terukir di relief candi Buddha terbesar di dunia ini. Namun, hanya 13 jenis yang dibukukan dan bisa menjadi bahan pendidikan.
“Jenis tanaman yang terukir di relief, di antaranya pisang, manggis, sukun, tebu, nangka, lotus, asam Jawa, pulai, dan lainnya. Saya rasa semua jenis tanaman ini masih terpelihara dengan baik oleh masyarakat,” jelasnya.
Direktur Eksekutif Komite Nasional Man and Biosphere Program (MAB) UNESCO Indonesia LIPI Y Purwanto mengatakan, sejauh ini sudah ada 14 cagar biosfer di Indonesia. Jawa Tengah sama sekali tidak masuk dalam daftar cagar biosfer itu, padahal memiliki potensi besar, yakni Borobudur dan Karimunjawa.
“Dua ini terus kami kaji dan akan diajukan ke UNESCO untuk disahkan sebagai kawasan Cagar Biosfer Dunia,” ujarnya. Dia menuturkan, dipilihnya kawasan Borobudur dan Karimunjawa tidak lepas dari keduanya yang merupakan unggulan di Indonesia. Terlebih, keduanya sudah masuk dalam daftar Kawasan Strategi Pariwisata Nasional (KSPN), sehingga menjadi prioritas untuk dikembangkan.
“Tentu juga karena memiliki keanekaragaman hayati yang kaya. Kalau nanti sudah disahkan sebagai Cagar Biosfer, tentu kita bisa membrandingnya di tingkat dunia. Dampaknya bisa dilihat dari pelestarian keanekaragaman hayati, pembangunan ekonomi, budaya, dan pariwisata,” ungkapnya.
Dalam kesempatan itu, diberikan buku dan bibit tanaman manggis dari LIPI kepada Balai Konservasi Borobudur. Menurut Fauziah, salah satu peneliti Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Purwodadi Jatim, tanaman manggis terdapat dalam relief di Candi Borobudur.
Dari deskripsi morfologis di relief yang merupakan ilustrasi, kemudian dicocokkan dengan fenomena sekitar. “Tanaman Manggis terdapat dalam relief Avadana nomor 110,” tandas Fauziah. (dem/laz/er)