BANTUL – Ada minuman beralkohol (minhol) produksi dalam negeri, impor, tradisional, dan oplosan. Itulah jenis dan klasifikasi minhol dalam Raperda tentang Pengendalian, Pengawasan, dan Pelarangan Peredaran Minuman Beralkohol. Cakupan ketentuan raperda prakarsa Komisi D DPRD Bantul ini lebih luas dibanding Perda No. 2/2012 tentang Pengawasan, Pengendalian, Pengedaran, dan Pelarangan Penjualan Minuman Beralkohol di Kabupaten Bantul.
Ketua Pansus IV Triwulan III Sigit Nursyam mengatakan, masuknya minhol tradisional dan oplosan dalam raperda untuk menjawab berbagai kebutuhan masyarakat. Minhol tradisional, misalnya. Kementerian Perdagangan (Kemendag) telah mengatur detail soal minhol tradisional. Bahkan, Kemendag juga mengatur soal perizinannya. Namun, perda lama belum mengakomodasi berbagai seluk-beluk ketentuannya. Nah, masuknya ketentuan minhol tradisional dalam raperda bertujuan untuk memberikan kepastian hukum kepada masyarakat. Sebab, minhol tradisional biasa digunakan saat ritual adat istiadat dan keagamaan.
Seperti tradisional, pansus juga memiliki pertimbangan khusus untuk memasukkannya. Menurut Sigit, kasus minhol oplosan di Kabupaten Bantul cukup tinggi. Tidak sedikit warga yang tewas sia-sia usai menenggak oplosan.
”Di sisi lain, perda lama juga belum mengaturnya,” jelas Sigit di kantornya pekan lalu.
Ya, perda lama hanya mengatur soal minhol dengan kandungan etanol. Sedangkan oplosan yang sempat menggegerkan publik Kabupaten Bantul beberapa tahun lalu menggunakan metanol. Yaitu, alkohol yang biasa digunakan untuk mengobati luka. Padahal, satpol PP selaku penegak perda hanya bertindak sesuai aturan.
”Raperda ini mengatur apapun jenis dan turunan alkohol, sehingga bisa menjadi dasar hukum bagi satpol PP,” tegasnya.
Bukan hanya jenis dan klasifikasi, raperda juga membagi minhol berdasar kandungan alkoholnya. Politikus PKS ini menyebut ada tiga golongan minhol dalam ketentuan raperda. Yaitu, A, B, dan C. Golongan A berkadar sampai lima persen. Di atasnya golongan B dengan kandungan sampai 20 persen. Terakhir, golongan C dengan kadar sampai 55 persen. Pembagian golongan ini berpengaruh terhadap perizinan pendistribusian dan penjualannya.
”Untuk golongan A izinnya wajib ke Kemendag. Sedangkan golongan B dan C cukup di kabupaten,” ungkapnya.
Wakil Ketua Pansus IV Reshi Cahyadi menambahkan, raperda juga mengatur rigid tempat-tempat yang diperbolehkan untuk meminum minhol. Di antaranya, hotel bintang 3, bintang 4, bintang 5, dan restoran dengan tanda talam kencana dan tanda selaka. Itu pun dengan syarat ketat. Lokasinya harus berjarak minimal 1,5 kilometer dari tempat ibadah, lembaga pendidikan, dan fasilitas layanan kesehatan.
”Ini untuk menghindari dampak negatif minum alkohol,” katanya.
Politikus PPP ini tak menampik raperda ini memuat banyak ketentuan baru. Begitu pula dengan susunannya. Berbeda dengan susunan perda minhol lama. Meski, asal usul pembahasan raperda ini karena evaluasi gubernur DIJ. Gubernur meminta seluruh perda yang mencantumkan ketentuan izin gangguan harus diubah.
”Untuk sanksinya hampir sama dengan perda lama. Pun dengan pidananya. Maksimal kurungan tetap tiga bulan dan dendanya Rp 50 juta,” tambahnya.
Usai di tingkat pansus, menurut Reshi, raperda saat ini masih dievaluasi gubernur. (*/zam/by/mg3)