HARI AIDS Sedunia ke-29 baru saja kita peringati pada 1 Desember 2018 lalu. AIDS (acquired immune deficiency syndrome) timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi HIV (human immunodeficiency virus). Sampai sekarang AIDS masih menjadi penyakit yang sungguh meresahkan masyarakat. Tidak hanya di negara kita. Tetapi juga negara-negara lain di seluruh dunia.

Perlu diketahui bersama bahwa HIV/AIDS saat ini bukan sekadar masalah kesehatan dari penyakit menular semata. Tetapi sudah menjadi masalah kesehatan masyarakat yang sangat luas. Apalagi hingga saat ini belum juga ditemukan obat yang benar-benar dapat menyembuhkan penderitanya. Dari virus penyakit mematikan itu.

Obat-obatan yang ada hanya mampu memperlambat perkembangan virus HIV. Namun tidak bisa mematikan virusnya.

Data statistik kasus HIV/AIDS di Indonesia menunjukkan terjadinya peningkatan yang signifikan dari tahun ke tahun. Hal ini berdasarkan tingginya prevalensi di Indonesia. Juga meningkatnya jumlah kasus infeksi HIV.

Khususnya kelompok pengguna NAPZA suntik (IDU = injecting drug user), pekerja seks dan pasangan, serta waria di beberapa provinsi di Indonesia.
Stigma, diskriminasi, dan minimnya pengetahuan tentang HIV/AIDS adalah masalah terbesar di Indonesia. Dalam upaya menurunkan prevalensi orang dengan HIV. Stigma negatif tidak hanya muncul dari masyarakat umum, bahkan dari tenaga kesehatan juga. Padahal yang sangat dikhawatirkan dari penyakit ini adalah, sesungguhnya HIV/AIDS memiliki fenomena gunung es (iceberg phenomenon). Maksudnya, jumlah data penderita hanyalah sebagian kecil dari total jumlah penderita HIV/AIDS sesungguhnya. Hal ini terjadi lantaran sampai sekarang kebanyakan orang yang berisiko tertular HIV tidak mengetahui akan status HIV-nya. Apakah sudah terinfeksi atau belum.

Penanganan HIV semestinya tidak hanya dilakukan dari segi medis. Tetapi juga dari segi psikososial. Dengan pendekatan kesehatan masyarakat. Melalui upaya pencegahan primer, sekunder, dan tersier. Semakin tinggi kesadaran masyarakat untuk mengetahui status HIV lebih dini, akan memungkinkan pemanfaatan layanan-layanan terkait dengan pencegahan, perawatan, dukungan, dan pengobatan. Sehingga konseling dan tes HIV/AIDS secara sukarela yang merupakan pintu masuk semua layanan tersebut akan semakin meningkat.

RSUD Sleman memberikan dan menyediakan pelayanan HIV/AIDS kepada masyarakat secara komprehensif. Mulai upaya preventif, promotif, kuratif, dan rehabilitatif. RSUD Sleman telah membuka satu klinik khusus untuk melayani pasien ODHA (orang dengan HIV/AIDS), yaitu Klinik Teratai. Setiap pasien yang datang ke RSUD Sleman, baik untuk mendapatkan pelayanan tes HIV secara sukarela/VCT (voluntary counseling and testing) maupun terapi antiretroviral (ARV), dapat dilayani lewat satu pintu di klinik tersebut.

Pelayanan ini dimaksudkan agar pasien terkait tidak merasa malu dengan pasien rawat jalan yang lain. Pasien cukup mendatangi bagian informasi untuk selanjutnya akan disampaikan kepada konselor dan dokter yang bertugas sesuai jadwal.

Hal ini merupakan terobosan RSUD Sleman untuk mempermudah akses pelayanan bagi pasien HIV/AIDS. Dengan harapan bisa meningkatkan cakupan pelayanan HIV/AIDS di Kabupaten Sleman.

Selain itu, salah satu program preventif secara primer, terutama pencegahan penularan dari ibu ke anak (PPIA), RSUD Sleman menawarkan tes HIV untuk semua ibu hamil (skrining ibu hamil). Baik pada pasien rawat jalan maupun rawat inap. Lalu diberikan ARV pada ibu hamil HIV positif. Semakin awal ibu hamil diketahui status HIV-nya, maka akan semakin cepat mendapatkan terapi ART. Ini akan memperkecil kemungkinan penularan ke janin (intrauterin).

Pada 2018 sudah ada empat ibu hamil yang melakukan ART di RSUD Sleman. Pelayanan pertolongan persalinan untuk ibu hamil HIV positif dapat dilakukan di RSUD Sleman. Sejak 2015 sudah dua kasus ibu bersalin dengan HIV positif dilayani dengan persalinan spontan. Dalam hal program PPIA ini, RSUD Sleman bekerja sama dengan seluruh puskesmas di wilayah Kabupaten Sleman. Melalui pemeriksaan skrining HIV pada seluruh ibu hamil di Kabupaten Sleman dengan ANC (antenatal care) terpadu.

Sedangkan pelayanan kasus HIV dengan komplikasi atau memerlukan tindakan operatif, RSUD Sleman bekerja sama dengan RSUP Dr Sardjito. Untuk penanganan lebih lanjut dengan fasilitas yang lebih lengkap. (*/yog)