KABUPATEN Sleman kaya akan potensi pariwisata. Meski tak punya pantai, Sleman memiliki banyak candi. Sehingga dikenal juga sebagai Kabupaten Seribu Candi. Sleman juga punya kekuatan alam dan cagar budaya sebagai magnet wisatawan. Belum lagi destinasi-destinasi baru buatan manusia untuk yang tak kalah menarik untuk berswafoto.
Komisi B DPRD Sleman mendorong pemerintah daerah mengoptimalkan potensi yang ada. Dengan memaksimalkan kebijakan dan regulasi terkait. Khususnya tentang retribusi objek wisata. Juga regulasi lain pendukung sektor pariwisata. Seperti peraturan daerah tentang tanda daftar usaha pariwisata (TDUP) dan peraturan daerah rencana induk pembangunan kepariwisataan daerah. “Dewan telah menjalankan fungsi legislasi untuk menelurkan produk-produk hukum tersebut. Kini tinggal action plan oleh pemerintah untuk mengoptimalkan potensi yang ada,” papar Anggota Komisi B DPRD Sleman Yani Fathu Rahman SPdI Selasa (4/12).
Komisi B DPRD Sleman mendorong sektor pariwisata Sleman terus eksis. Agar Sleman tetap menjadi barometer wisata di DIJ. Meskipun tingkat kunjungan wisata di DIJ saat ini masih di bawah Bali.
Terlebih tak lama lagi bandara baru di Kulonprogo, New Yogyakarta International Airport, beroperasi. “Kalau pemerintah tak punya terobosan dengan inovasi-inovasi baru sudah pasti wisatawan akan tertarik ke daerah lain,” ingat politikus Partai Keadilan Sejahtera kelahiran 23 Agustus 1981.
Dikatakan, Sleman harus punya lebih banyak daya tarik wisata. Destinasi berbasis wisata harus terus ditumbuhkembangkan. Misalnya, desa wisata. Sleman memiliki sedikitnya 31 desa wisata dengan berbagai kelas, klasifikasi, dan ciri khasnya. “Itu yang harus dioptimalkan,” tegasnya.
Pemerintah daerah harus memiliki keberpihakan secara penuh bagi pengelola desa wisata. Keberpihakan itu bisa diwujudkan melalui pengalokasian anggaran promosi. Salah satunya lewat berbagai event maupun pertunjukan di desa wisata. Yani mencontohkan, Festival Kopi Merapi di Desa Wisata Pentingsari, Umbulharjo, Cangkringan.
Peran pemerintah bisa di-split di beberapa instansi. Khususnya dinas koperasi dan usaha mikro kecil menengah. Dinas perdagangan dan perindustrian juga bisa support. Ke depan produk lokal unggulan Sleman harus lebih banyak terpajang di desa wisata. “Desa wisata harus bisa menjadi etalasenya Sleman.
Karena itu jadi destinasi wisata minat khusus,” ungkap pria berkaca mata itu.
Menurut Yani, kunjungan di desa wisata didominasi wisatawan perkotaan berbujet besar yang menginginkan suasana baru. “Itu yang harus ditangkap oleh masyarakat dan Pemkab Sleman,” sambung politikus asal Dusun Geblog, Cakran, RT 001/RW 035, Wukirsari, Cangkringan.
Tugas pemerintah mengajak wisatawan tak hanya hadir menikmati suasana desa wisata. Tapi sekaligus “membujuk” untuk menginap di homestay desa wisata. Pindahkan perputaran rupiah di hotel-hotel besar perkotaan ke penginapan pedesaan.
Jika semua itu terwujud, tutur Yani, niscaya masyarakat pedesaan akan lebih berdaya. Roda ekonomi masyarakat desa pun bergeliat. Apalagi perputaran uang di desa-desa wisata mandiri bisa mencapai miliaran rupiah per tahun.
Yani optimistis, sektor pariwisata bisa menjadi sarana pengentasan kemiskinan secara sistematis. Meski nilai retribusi yang masuk pemerintah tidak besar, efek domino sektor pariwisata sangat besar. Sehingga perekonomian masyarakat turut terangkat. Apalagi di era milenial. Orang banyak membutuhkan hiburan. “Sektor wisata jaya, rakyat sejahtera dan berdaya. Kemiskinan dientaskan,” tandasnya.
Pembangunan wisata tak cukup memoles destinasinya. Tapi juga butuh penguatan manajemen pengelolaannya. Juga pemasaran, pelaku, dan industri pariwisatanya. Dalam hal ini pemerintah harus mendukung kelembagaan yang baik dalam pengelolaan destinasi wisata. Bukan malah mempersulit perizinan dan penyelenggaraan kegiatan wisata. (*/yog/fn)