JOGJA- Predikat Kota Yogyakarta sebagai Kota Budaya menuntut pemerintah dan elemen masyarakat untuk terus melestarikan hal- hal yang berkaitan dengan kebudayaan. Tak terkecuali yang berhubungan dengan bentuk fisik kebudayaan seperti bangunan warisan budaya (BWB) dan bangunan cagar budaya (BCB).
Tapi kenyataannya banyak masyarakat termasuk pemilik bangunan bersejarah belum mengetahui bagaimana teknis pengelolaan bangunan jenis ini. Apalagi nilai pajak bangunan ini dinilai sangat tidak realistis karena terlalu tinggi. Alhasil banyak bangunan bersejarah yang dibongkar.
Itu yang melatarbelakangi Dinas Kebudayaan (Disbud) Kota Yogyakarta untuk menggelar sosialiasi penyelamatan bangunan BWB dan BCB bertajuk Focus Group Discussion (FGD) tahap lima di Ibis Style Hotel Dagen Malioboro, Rabu (5/12).
Menghadirkan beberapa narasumber FGD kali ini mengundang beberapa warga di Kecamatan Ngampilan. Sesuai catatan Disbud Kota Yogyakarta di Kecamatan ini ada satu bangunan yang termasuk dalam kategori BWB dan BCB.
“Total ada 14 Kecamatan yang kami undang. Dan pada kesempatan ini giliran kecamatan Ngampilan yang mana di wikayah ini ada bangunan cagar budayanya,” kata Kepala Disbud Kota Yogyakarta Eko Suryo Maharso.
Menurut di, saat ini Kota Yogyakarta memiliki setidaknya 44 bangunan kategori BWB dan BCB. Jumlah ini menurun dibanding beberapa tahun lalu yang jumlahnya mencapai ratusan.
Anggota Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Fahmi Prihantoro menjelaskan, merawat bangunan yang termasuk dalam kategori BWB dan BCM memang rumit. Terlebih jika berbicara mengenai perawatan bangunan dan pajak yang nilainya puluhan juta.
Dosen Arkeologi UGM itu mencontohkan, untuk pengecetan saja pemilik bangunan ini bisa mengelontorkan dana hingga jutaan rupiah. Belum lagi perawatan struktural lainnya seperti tembok yang mengelupas, genteng yang bocor, dan lain sebagainya. “Semua material itu memiliki harga yang fantastis karena termasuk material lama,” jelasnya.
Menanggapi itu Eko mengatakan, untuk perawatan ringan Pemkot Jogja bisa mendanai. Syaratnya bangunan yang direnovasi memang termasuk kategori BWB ataupun BCB sebagaimana yang tertera dalam UU No 11 tahun 2010. Seperti berusia 50 tahun, mewakili masa gaya paling singkat berusia 50 tahun, memiliki arti khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan kebudayaan, serta memiliki penguatan kepribadian bangsa.
Jadi, lanjut dia, kalau ada masyarakat yang memiliki bangunan BWB ataupun BCB bisa diajukan ke Disbud Kota Yogyakarta. “Nanti kami pelajari dan siapa tau bisa kami tindak lanjuti. Apakah direnovasi atau dimanfaatkan menjadi objek wisata sebagaimana beberapa bangunan BWB dan BCB yang lainnya,” ucapnya.
Selama ini penyelamatan bangunan cagar budaya selalu terkendala biaya. Di Disbud Kota Yogyakarta sendiri, alokasi dana dari pemerintah untuk pengelolaan bangunan diakui masih sangat minim. Tahun ini dari pengajuan Rp 12 Milyar hanya disetujui Rp1,5 Milyar saja. (*/met)