JOGJA – Foto nisan kayu tanda salib yang digergaji bagian atasnya menjadi viral di sosial media kemarin (18/12). Diketahui foto tersebut adalah nisan kayu yang dipasang di makam jenazah Albertus Slamet Sugiardi di Makam Jambon di Purbayan Kotagede. Warga mengklaim pemotongan nisan kayu tanda salib tersebut merupakan kesepakatan bersama warga dan keluarga.
Menurut tokoh masyarakat setempat, Bedjo Mulyono, kejadian pemotongan tersebut berlangsung pada senin (17/12), sekitar pukul 14.00 saat jenazah akan dimakamkan. Dirinya mengakui kalau pihak warga dan pengurus kampung memang menggergaji nisan kayu tersebut.
“Kami juga (warga Purbayan) yang menyiapkan apa yang dibutuhkan untuk pemakaman almarhum. Seperti tenda, kursi dan pemandian jenazah,” jelasnya saat ditemui di rumahnya kemarin (18/12).
Namun Bedjo mengakui, pengurus kampung belum memberi tahu keluarga mendiang Slamet Sugiardi, untuk pemakaman di Makam Jambon tidak diperbolehkan menggunakan simbol salib. Alasannya, dia belum tahu kalau tanda salib tersebut merupakan satu paket dengan peti mati. Tapi saat pemotongan itu sudah melalui kesepakatan dengan pihak keluarga. Sehingga pihak keluarga tidak keberatan.
“Memang sebelumnya belum memberi tahu keluarga. Dan baru tahu itu memang satu paket dengan peti, maka dari itu kami gergaji tapi itu setelah keluarga bersedia. Sudah ada surat pernyataan, dan sudah disetujui oleh istri almarhum dan disaksikan pak RW,” jelasnya.
Namun ketika diminta untuk menunjukan surat pernyataan tersebut, wartawan Radar Jogja hanya diberikan copy-an dari surat tersebut dan belum ditandangi. Bedjo mengatakan surat yang asli sudah dibawa pihak kepolisian.
Latar belakang pemotongan nisan kayu sehingga hanya tinggal berbentuk huruf ‘T’ itu, jelas Bejo karena Makam Jambon direncanakan sebagai makam muslim. “Memang belum formal, tapi kedepannya akan dijadikan makam khusus muslim, Jadi kita potong agar tidak simbol agama lain dan keluarga bersedia,” tuturnya.
Menurut dia hanya ada dua jenasah non muslim yang dimakamkan di makam tersebut. Salah satunya adalah jenazah Slamet. “Ada dua yang warga (non muslim) yang dimakamkan, satunya udah berpuluh-puluh tahun yang lalu. Satunya lagi pak Slamet, hal itu juga karena darurat,” ujarnya.
Ketika ditanya jika ada warga non muslim meninggal di Purbayan, Bejo akan membantu pihak keluarga non muslim tersebut untuk mencari tempat pemakaman di luar Purbayan. “Katanya kalau disatukan (makam jenazah muslim dan non muslim), itu tidak baik,” katanya.
Diakuinya mayoritas warga Purbayan memang mayoritas adalah muslim. Dari jumlah 300 rumah yang ada di tiga RW di kampung tersebut hanya ada tiga rumah yang non muslim. Bedjo juga sempat mengatakan warga yang non muslim yang ada di wilayahnya merupakan pendatang dari wilayah lain. Meskipun begitu tidak pernah ada konflik terkait kepercayaan. “Disini mayoritas muslim semua, cuma kalau pendatang ada yang non muslim. Selama ini kami juga hidup berdampingan secara rukun,” ungkapnya.
Bedjo juga mengklaim kampung Purbayan selama ini merupakan kampung yang menjunjung tinggi toleransi pada kehidupan sehari-harinya. “Namun itu berbeda jika pada masalah peribadatan, jadi seumpama ada warga non muslim ada yang beribadah (nyanyian koor). Kami juga himbau agar tidak menggunakan pengeras suara untuk menghormati mayoritas warga disini,” paparnya.
Dari ceritanya selama ini keluarga mendiang Slamet juga merupakan warga yang baik. Juga sering berinteraksi dengan warga. Seperti kerja bakti, arisan dan urusan organisasi kampung lainnya.
“Anak almarhum itu tiga dan muslim, semua ikut mertua. Sedangkan istri-nya merupakan pelatih paduan suara warga muslim di kampung ini,” jelasnya.
Radar Jogja juga sempat meminta Bejo untuk mempertemukan dengan pihak keluarga. Namun Bejo menolak hal tersebut dengan alasan keluarga saat ini sedang berduka.Dia juga mengaku sudah ditunjuk oleh pihak keluarga almarhumn dan pengurus kampung untuk menanggapi pihak-pihak yang ingin menanyakan kasus ini.
“Kasihan mas mereka (keluarga) sedang berduka. Seumpama ada pernyataan terkait kasus ini saya siap jawab dengan jujur,” katanya. (cr5/pra)