KULONPROGO – Kelompok Petani dan Peternak Mandiri (KPPM) Turip, Pedukuhan Ngestiharjo, Kelurahan/Kecamatan Wates, membudidayakan bawang merah biji varietas tajuk. Hasilnya memuaskan. Rata-rata menghasilkan 15 ton per hektare bawang merah kering panen.
Kepala Bidang Hortikultura, Dinas Pertanian dan Pangan (DPP) Kulonprogo, Eko Purwanto mengatakan, biaya produksi bawang merah biji varietas tajur lebih murah. Jika dibandingkan dengan benih umbi.
“Dengan benih biji, biaya produksi bisa ditekan hingga 80 persen dibanding benih umbi. Hasil panennya relatif sama,” kata Eko (6/1).
Dikatakan, pihaknya sudah gencar sosialisasi penggunaan benih biji kepada petani. Salah satunya melakukan uji coba penanaman di Sentolo dan Panjatan. Luasnya tujuh hektare. Pendampingan penyuluh lapangan (PPL) juga diterjunkan.
“Semoga program ini berhasil. Sehingga petani bersedia menggunakan benih biji,” kata Eko.
Biaya tanam bawang merah benih umbi untuk satu hektare membutuhkan biaya Rp 28 juta. Dengan asumsi, harga benih Rp 40 ribu per kg, sebanyak 700 kilogram per hektare.
“Sementara dengan benih biji, hanya menghabiskan biaya sekitar Rp 9 juta per hektare,” ujar Eko.
Petani bawang merah Desa Srikayangan, Sentolo, Rubiyo mengungkapkan, produksi bawang merah berhadapan dengan fluktuasi harga. Petani menyimpan hasil panen menunggu harga jual membaik.
“Harga turun saat panen raya. Kalau pas harga bagus bisa mencapai Rp 50 ribu per kg,” kata Rubiyo.
Joko Pramono dari Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jogjakarta mengatakan, produktivitas bawang merah di Srikayangan bagus. Sedikitnya 140 hektare tanaman bawang panen serentak di akhir musim kemarau.
Diharapkan harganya membaik. Sehingga petani bisa mendapatkan keuntungan tinggi. Persoalan yang dihadapi petani, saat musim tanam bibit mahal, saat panen harga jual jatuh.
“Paling tidak di atas Rp 15 ribu per kg. Kalau dibawah Rp 10 ribu terlalu rendah. Produksi bagus, harga jatuh, kasihan petani. Karena untuk bibit, pupuk, tenaga kerja modalnya tidak sedikit,” kata Joko. (tom/iwa/fn)