SLEMAN – Persoalan sampah di Sleman belum bisa tuntas teratasi. Penambahan Tempat Pengolahan Sampah Reduce, Reuse, Recycle (TPS 3R) masih menjadi program unggulan.

Namun, TPS 3R itu belum maksimal di wilayah perkotaan. Sebab masyarakat di wilayah kota belum dapat mengolah sampah secara mandiri.

“Untuk masyarakat desa, mayoritas sudah bisa. Namun yang jadi masalah di perkotaan, masyarakat belum bisa mengolah sampah mandiri,” ujar Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Sleman, Dwi Anta Sudibya (13/1).

Sudibya menjelaskan, sejauh ini komposisi penyumbang sampah terbesar di Sleman antara masyarakat desa dan kota seimbang. “Volume sampah sehari bisa mencapai 600 meter kubik,” kata Sudibya.

Dikatakan, sebagian masyarakat kota telah berlangganan truk pengangkut sampah. Namun, masih ada yang enggan berlangganan. Memilih untuk membuang sampah sembarangan.

“Sekitar 48 persen sampah di perkotaan sudah mampu kami tangani. Lalu yang membuang sampah sembarangan ini, mereka yang tidak mau membayar iuran truk pengangkut sampah,” ujar Sudibya.

Rata-rata sampah di Sleman merupakan sampah rumah tangga. Yaitu berupa sampah kemasan makanan, sisa makanan, dan ada juga popok bayi.

Sementara itu, salah satu TPS 3R Brama Muda di Ngaglik berhasil mengolah sampah per bulan mencapai 680 kilogram. “Itu dari 318 pelanggan,” ujar wakil ketua TPS 3R Brama Muda, Sutarjo.

Hasil pengolahan sampah itu menjadi kerajinan tangan untuk sampah anorganik. Ada juga yang diolah menjadi kompos. “Sebulan kami bisa memproduksi 500 kilogram kompos. Kami jual Rp 1.000 per kilogram,” kata Sutarjo. (har/iwa/fn)