GUNUNGKIDUL – Tingginya cakupan universal health coverage (UHC) yang dicapai Pemkab Gunungkidul ternyata belum bisa menjadi garansi. Dari 4,73 persen penduduk yang belum ter-cover jaminan kesehatan, ada satu di antaranya warga miskin. Yaitu, Kawit Puji Rahayu. Yang lebih memilukan lagi, perempuan 22 tahun warga RT 004 RW 010 Dusun Trembono, Tegalrejo, Gedangsari, ini hidup sebatang kara.
Perempuan berjilbab ini bercerita sudah terbiasa hidup dengan kondisi serbaterbatas. Termasuk saat kedua orang tuanya masih hidup. Situasi yang dihadapinya semakin pelik setelah kedua orang tuanya meninggal dunia. Sejak itu dia harus menjadi tulang punggung keluarga. Di usianya yang masih sangat belia.
”Harus menjadi bapak sekaligus ibu bagi kakak perempuan saya,” tutur Kawit saat ditemui di rumahnya pekan lalu.
Bungsu dua bersaudara ini memilih sebagai buruh batik. Seban hari dia berangkat kerja pukul 08.00. Pulang sore harinya. Namun, Kawit saban hari juga harus melakukan ”ritual”. Baik sebelum berangkat maupun sesampainya di rumah. Lantaran meninggalkan kakak perempuannya yang berkebutuhan khusus sendirian di rumah. Yakni mengikat saudarinya itu.
”Mbak (kakak perempuan, Red) saya tinggalkan dengan keadaan leher diikat, seperti kambing. Saya sebenarnya tidak tega melakukannya, tapi mau bagaimana lagi. Kalau saya nggak kerja nanti tidak bisa beli beras,” kenangnya.
Rutinitas dan ”ritual” itu Kawit lakukan cukup lama. Hingga kakak perempuannya itu meninggal dunia pada 2014. Selama itu pula Kawit belum pernah merasakan kehadiran pemerintah dalam hidupnya. Begitu pula ketika kedua orang tuanya dan kakak perempuannya masih hidup. Kawit sekeluarga belum pernah mendapatkan program sosial. Apalagi, memiliki Jaminan Kesehatan Daerah atau Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat.
Sejak kakak perempuannya menyusul kedua orang tuanya, Kawit remaja hijrah ke Malang, Jawa Timur. Mengikuti ajakan seorang dermawan. Yang menawarinya beasiswa pendidikan di Kota Apel itu.
”Saat ini mengikuti kejar paket kelas 11 di Malang, Jawa Timur,” ungkapnya.
Meski tinggal di Malang, Kawit masih berstatus sebagai warga Gunungkidul. Dia juga masih sering pulang kampung. Sekadar mengobati kerinduan akan kampung halamannya. Kendati begitu, Kawit hingga sekarang juga belum pernah didata oleh pemkab, sehingga namanya tidak masuk dalam daftar basis data terpadu (BDT). Akibatnya, Kawit juga tidak akan pernah menerima bantuan dari pemerintah. Padahal, pemkab belakangan dikabarkan tengah melakukan pendataan.
Apa keluarga, tetangga, dan pemerintah setempat hanya diam melihat penderitaannya? Kawit mengiyakan. Namun, dia tidak bisa berbuat banyak.
”Saya hanya ingin diberikan BPJS Kesehatan (penerima bantuan iuran, Red). Itu saja,” pintanya.
Camat Gedangsari Imam Santoso berdalih Kawit Puji Rahayu salah satu warga miskin yang tercecer. Dia berjanji bakal mengakomodasinya. Sebab, pemkab saat ini sedang memutakhirkan BDT.
”Koordinasi pemutakhiran BDT melibatkan perangkat desa hingga kabupaten,” ungkapnya.
Perlu diketahui, penduduk Kabupaten Bantul mencapai 757.169 jiwa. Sebanyak 95,27 persen di antaranya telah ter-cover jaminan kesehatan. (gun/zam/fn)