JOGJA – Warga Tionghoa memiliki nanyak harapan dan doa pada Tahun Baru Imlek 2570. Salah satunya adalah kondisi yang aman dan tenteram. Bersamaan dengan masuknya tahun politik 2019 ini.

Doa tersebut disampaikan oleh warga yang berdoa bersama di klenteng Tjen Ling Kiong Poncowinatan, Minggu (3/2). Dipimpin oleh pendeta Adjie Chandra, ibadah berjalan lancar dan kondusif. Seluruhnya khusyuk dalam menjalani setiap prosesi upacara keagamaan. Secara khusus dia menyematkan doa bagi keutuhan dan kedamaian bangsa Indonesia.

“Kebetulan juga menjelang Pemilu 2019, jadi sekalian berdoa untuk pesta demokrasi ini. Barharap pemilu tahun ini berjalan jujur, adil, lancar dan hasilnya terbaik untuk bangsa Indonesia,” jelasnya ditemui usai doa bersama.

Berdasarkan perhitungan shio, tahun 2570 memasuki tahun Babi tanah. Secara filosofis, babi adalah simbol kemakmuran. Terlihat dari fisik babi sebagai binatang yang tidak kurus. Harapannya Indonesia menjadi bangsa yang makmur siapapun pemimpinnya.

Disatu sisi dia juga mengingatkan sifat buruk dari babi. Hewan ini memiliki sifat yang rakus dan pemalas. Tentunya dia tidak ingin sifat ini tercermin dari sosok pemimpin. Itulah mengapa pemilik nama Tionghoa Go Djien Tjwan mengajak mendoakan para pemimpin bangsa.

“Doa kami agar para pemimpin dan warga mampu mewujudkan Indonesia yang makmur. Kami tidak berharap sifat negatif muncul,” ajak pria yang menjabat Majelis Agama Konghucu Surakarta ini.

Puncak perayaan tahun baru Tionghoa sendiri berlangsung Selasa (5/2). Pada hari itu menurut penanggalan Tionghoa memasuki hari awal tahun 2570. Sementara untuk doa kali ini merupakan wujud terima kasih dan refleksi akhir tahun.

AKULTURASI BUDAYA : Sejumlah mahasiswi jurusan agama lintas budaya pasca sarjana UGM mengikuti sembahyang dalam acara Tumpeng Imlek 2019 di Klenteng Tjen Ling Kiong Jogja kemarin (3/2). (GUNTUR AGA/RADAR JOGJA)

Wujud akulturasi budaya terlihat usai prosesi doa bersama. Pada penghujung ritual keagamaan ada pemotongan tumpeng. Menurut Adjie prosesi ini tidak ada dalam budaya Tionghoa. Bahkan potong tumpeng tidak termasuk budaya doa Imlek.

Budaya potong tumpeng, menurutnya, sudah mengakar di klenteng Poncowinatan. Semenjak dia memimpin prosesi doa, potong tumpeng selalu ada. Bahkan para umat yang berdoa selalu menganggap sebagai prosesi berkah.

“Akulturasi budaya dari Tionghoa dan budaya Jawa. Berjalan dengan sangat baik dan berlangsung sejak lama. Umat yang berdoa juga menunggu pembagian potong tumpeng. Menganggap ini bagian dari berkah karena wujud doa bersama,” katanya. (dwi/pra/tif)