JOGJA – Polemik kewajiban menggunakan jilbab bagi siswi SMPN 8 Jogja akhirnya menemui titik terang. Ombudsman Republik Indonesia (ORI) DIJ menekankan bahwa SMPN 8 Jogja tidak cermat dalam memahami Peraturan Wali Kota (perwal) Jogja Nomor 57 Tahun 2011 tentang Pedoman Tata Tertib Sekolah. Terutama, ketentuan dalam pasal 15 ayat (1). Dampaknya, penggunaan jilbab bagi siswi menjadi wajib.

Ketua ORI DIJ Budhi Masthuri mengungkapkan, ketentuan dalam pasal 15 ayat (1) Perwal No. 57/2011 sebenarnya sangat jelas. Bunyinya,”peserta didik dapat menggunakan seragam yang khas”.

Dalam praktiknya seragam khas ini bisa berupa pakaian muslim, baju daerah, atau seragam identitas sekolah. Alias penggunaan seragam khas hanya bersifat opsional. Namun, sekolah, terutama guru agama SMPN 8 Jogja tidak menggunakan kata ”dapat”.

”Sehingga seakan mewajibkan memakai jilbab. Ditambah lagi argumentasi yang sifatnya keagamaan. Bagi siswi yang tidak menggunakan seakan melanggar tata tertib sekolah,” jelas Budhi di kantornya, Kamis (7/2).

Menurutnya, penerapan tata tertib SMPN 8 Jogja ini memicu permasalahan. Sebab, lembaga pendidikan yang terletak di Jalan Kahar Muzakir Nomor 2 Terban, Gondokusuman, itu sekolah negeri. Dengan begitu, tata tertib sekolah harus mengacu perwal. Tidak boleh disusun secara sepihak.

”Dikonsultasikan ke Dinas Pendidikan Kota Jogja juga. Jika disetujui (dinas), baru sah dijadikan tata tertib sekolah,” ingatnya.

Polemik ini mencuat ke permukaan setelah orang tua salah satu siswi melapor ke ORI DIJ tahun lalu. Dia melaporkan adanya aturan yang mewajibkan setiap siswi muslim berjilbab. Merespons laporan itu, ORI kemudian bergerak meminta klarifikasi ke salah satu sekolah unggulan tersebut.

”Dulu sebenarnya (sekolah, Red) sudah dipanggil dan sudah bertemu dinas pendidikan. Diminta merevisi (aturan). Tapi, ternyata tidak sesuai dengan yang disarankan. Bahkan tidak ada perubahan yang mendasar,” keluhnya.

Karena itu pula, ORI DIJ kemarin menerbitkan LHP. Isinya agar sekolah merevisi aturan tata tertib sekolah. Sesuai dengan perwal. Budhi berharap rekomendasi ORI dijalankan.

Ketika disinggung kondisi mental siswi yang orang tuanya melapor ke ORI, Budhi memastikan tidak tertekan. Meski, dia kerap mendapat cibiran saat di sekolah. Baik dari guru maupun teman sekelasnya.

”Orang tuanya merasa jika kondisi itu (cibiran, Red) terus berlangsung, maka anaknya akan terganggu,” tuturnya.

Meski ORI telah menerbitkan LHP, Kepala Seksi Kurikulum dan Penilaian Bidang SMP, Dinas Pendidikan Kota Hasim berkelit tidak ada aturan yang mewajibkan berjilbab di SMPN 8 Jogja. Dia berdalih munculnya polemik itu usai pelajaran agama. Saat itu guru agama menyampaikan materi pelajaran tentang berhijab bagi setiap muslim.

”Tidak mewajibkan di sekolah,” kelitnya.

Wakil Wali Kota Jogja Heroe Poerwadi mengungkapkan hal senada. Menurutnya, aturan tentang berjilbab di SMPN 8 tidak bersifat wajib. Kendati begitu, HPberjanji membuka pintu diskusi untuk merumuskan aturan tata tertib sekolah SMPN 8 Jogja.

”Hasil dari ORI belum masuk ke kami, nanti akan pelajari dulu,” katanya. (dwi/cr8/zam/riz)

Kepala ORI DIJ Budhi Masthuri. (DWI AGUS/RADAR JOGJA)