JOGJA – Pada 2018 lalu, Kota Jogja, Kabupaten Sleman dan Bantul gagal mempertahankan raihan Adipura. Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Piyungan dituding sebagai penyebabnya. Selain itu juga karena masih banyaknya sampah plastik.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Jogja Suyana mengatakan data yang dimilikinya, mayoritas sampah dari Kota Jogja merupakan sampah plastik. Salah satu langkah yang dilakukan dengan melakukan sosialisasi ke warung penjual mie instan atau yang dikenal warung burjonan. Mereka diminta mengelolanya.

“(TPST) Piyungan itu isinya hanya sedotan, bungkus sachet, bungkus mie instan,” ujarnya di Gedung Bima Balai Kota Jogja beberapa waktu lalu.

Itu sebagai upaya pengurangan jumlah sampah di Kota Jogja. Meski berdasarkan data dan fakta pengurangan sampah Kota Jogja baru 1,02 persen. Jauh dari target 2019 yang mencapai 30 persen. Suyana juga menyebut mengoptimalkan bank sampah di seluruh Kota Jogja sebagai solusi lainnya. “Kalau melihat 30 persen memang berat karena saat ini baru 1,02 persen. Strategi pendek kami dekati dan edukasi produsen sampah aktif,” katanya.

Mantan Kepala Disperindagkoptan Kota Jogja itu menambahkan, kendala Kota Jogja tidak dapat mempertahankan Adipura tahun lalu karena TPST Piyungan. Bahkan dia menyebut TPST Piyungan sudah penuh sejak 2012 lalu. Langkah strategis diterapkan dengan pengurangan produksi sampah.

“Faktanya sampah yang masuk ke Kota sendiri tidak hanya berasal dari Kota Jogja. Lalu seluruhnya dibawa ke Piyungan. Kami sempat menganjurkan ke Camat agar warga menyimpan dulu sampahnya,” jelasnya.

Penilaian Suyana sama dengan pendapat ,” Kepala Seksi Evaluasi Direktorat Pengolahan Sampah dan Limbah Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Vir Katrin. “Pengolahan di sana (TPST Piyungan) sudah tidak ideal dan optimal. Saat verifikasi data, faktanya sampah memang sudah menumpuk,” ungkapnya.

Katrin mengatakan sampah adalah permasalahan yang belum terselesaikan di Kota Jogja. Tata ruang dan kebersihan Kota Jogja, lanjutnya, memiliki nilai positif. Tapi semua itu gugur saat melihat proses pengolahan sampah.“Kami melihat Piyungan yang menjadi lokasi bersama antara Sleman, Bantul dan Kota Jogja sudah sangat padat,” tuturnya.

Menurut dia, pengolahan sampah merupakan satu kesatuan dengan merawat lingkungan kota. Terkait permasalahan tersebut, dia meminta adanya keterlibatan Pemprov DIJ. Bahkan dia menantang agar para bupati dan wali kota turut mengundang Gubernur DIJ.

“Kalau antar dinas level kabupaten kota memang tidak bisa selesai. Harus duduk bersama lalu solusinya apa. Kalau keluhan hanya di level ini (Pemkab dan Pemkot) dan tidak sampai level atas jadi percuma,” katanya.

Rencana jangka panjang, ada pemgurangan sampah hingga 30 persen pada 2025. Sisanya, 70 persen merupakan penanganan sampah. Angka ini berlaku bertahap dari 2019 dengan angka 20 persen pengurangan sampah. “Masalahnya berdasarkan data 2018, untuk pengurnagan sampah nasional hanya 2,26 persen,” ujarnya. (dwi/pra/mg1)