SLEMAN – Optimalisasi sumber daya manusia (SDM) melalui pemberdayaan masyarakat menjadi poin penting perencanaan pembangunan di wilayah Kabupaten Sleman. Ada tiga prioritas utama yang menjadi isu paling strategis tahun ini. Yakni pengentasan kemiskinan, menekan ketimpangan ekonomi, dan optimalisasi potensi ekonomi lokal.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Sleman Kunto Riyadi mengatakan, persentase jumlah masyarakat miskin per 2018 sebesar 7,65 persen. Artinya, masih ada sekitar 350 ribu warga Sleman (34 ribu kepala keluarga/KK) yang hidup di bawah garis kemiskinan.
Menurut Kunto, ada tiga skenario utama dalam strategi perencanaan pengentasan kemiskinan. Salah satunya mengurangi pengeluaran masyarakat miskin. Pelaksanaannya dengan berbagai program pemerintah pusat maupun daerah. Seperti program kartu Indonesia sehat (KIS), kartu Indonesia pintar (KIP), dan jaring pengaman sosial (JPS).
Lalu meningkatkan pendapatan bagi warga miskin produktif dengan penguatan modal. Tak kalah penting, pemberdayaan masyarakat dengan pengendalian jumlah penduduk. “Ini penting. Karena semakin banyak jumlah anggota keluarga, maka kebutuhan semakin besar. Sehingga pendapatan keluarga juga harus bertambah,” tuturnya, Jumat (22/2).
Inti pengendalian penduduk, lanjut Kunto, supaya warga yang telah berhasil keluar dari garis kemiskinan tak kembali jatuh miskin gara-gara punya momongan baru.
Soal ketimpangan ekonomi, indeks gini ratio di Sleman masuk kategori sedang. Kunto mengakui, gini ratio cenderung naik dari tahun ke tahun. Pada 2016 sebesar 0,39, 2017 (0,41), dan 2018 (0,45). Ini terjadi akibat heteregenitas sektor ekonomi.
Terutama antara sektor jasa dan industri dengan pertanian. Penghasilan warga yang bergerak di sektor jasa atau industri cenderung tinggi. Sebaliknya para petani. “Terlalu njeglek (timpang). Makanya ini menjadi perhatian serius kami. Supaya kesenjangan si kaya dan miskin tak terpaut jauh,” ujarnya.
Dikatakan, gini ratio 0,3 merupakan batas ideal ketimpangan ekonomi suatu daerah. Pemkab Sleman berupaya mempertahankan gini ratio di bawah 0,4. “Meski tak mudah, bukan berarti tidak bisa. Pemkab tak bisa mengendalikan pendapatan masyarakat karena sektor ekonominya sangat beragam. Tidak mungkin juga menurunkan gaji seseorang yang sangat tinggi,” papar sosok kelahiran 15 Februari 1964.
Nah, solusi yang bisa dilakukan pemerintah adalah meningkatkan pendapatan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Mengingat MBR Sleman didominasi petani, maka sektor pertanian terus digenjot. Caranya, memperkuat nilai tukar petani. Misalnya, meningkatkan kualitas produk beras, mendorong sistem mina padi, bantuan pupuk, hingga perbaikan saluran irigasi.
Saat ini sudah ada Beras Sleman yang merupakan produk premium. Adapun persentase nilai tukar petani pada 2018 mencapai 119 prsen. Sedangkan pada 2017 sebesar 107 persen.
Artinya, petani sudah bisa menikmati keuntungan lebih dari usahanya. Baik kemiskinan maupun ketimpangan ekonomi juga bisa ditekan melalui optimalisasi potensi lokal. Memaksimalkan pemasaran produk-produk kerajinan, kuliner, hingga potensi pariwisata. Atau meningkatkan produk olahan pangan hasil pertanian.
Dengan begitu hasil pertanian lebih bernilai ekonomi. Asal dikemas dengan lebih baik. Kendati demikian, strategi tersebut harus didukung peningkatan infrastruktur. Demi kelancaran aksesibilitas.
“Ini tantangan kami ke depan dalam rangka menyejahterakan masyarakat,” ujar pria bergelar Master of Public Policy and Management (MPPM) itu.
Kunto optimistis, produk lokal Sleman mampu bersaing di tingkat nasional. Bahkan internasional.
Meski harus berjuang untuk merealisasikan tiga prioritas pembangunan tersebut, kata Kunto, ada capaian lain yang cukup menggembirakan. Yakni indeks pembangunan manusia (IPM) di Sleman yang tergolong tinggi. IPM Sleman pada 2017 sebesar 82,85. Termasuk tertinggi se-Indonesia.
Lalu capaian dalam implementasi Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) 2018. Di mana Sleman mendapatkan predikat A dengan nilai 81,72. Dua hal tersebut menjadi indikator makro bahwa pembangunan di Sleman telah berjalan dengan baik. “Dua hal itu sesuatu yang bisa diunggulkan dalam rangka pembangunan SDM di Sleman,” tuturnya. (*/yog/riz)