MEREKA dilibatkan dalam simulasi penanganan bencana yang dipusatkan di lapangan Desa Banaran, Galur, Kulonprogo. Masyarakat berpartisipasi dalam penanganan bencana tsunami, gempa bumi dan banjir yang seolah-olah terjadi di desa yang berbatasan langsung dengan pantai selatan.
Gladi lapang itu mendapatkan perhatian serius dari Kepala Bidang Pencegahan dan Kesiapsigaan Bencana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Fauzan. “Masyarakat merupakan pelaku utama dalam penggulangan bencana sekaligus kelompok pertama yang menerima dampak bencana,” katanya di sela acara Senin (25/2).
Karena itu, penguatan kapasitas masyarakat merupakan upaya strategis menjadikan masyarakat tangguh menghadapi bencana. Masyarakat adalah penerima dampak langsung bencana. “Sekaligus pelaku langsung yang akan merespons bencana,” ungkap Fauzan. Dengan diresmikannya Destana Banaran itu, dia mengajak agar segenap elemen di Banaran meningkatkan kepekaan menghadapi setiap ancaman bencana. “Mari saling bahu membahu. Tolong menolong dan meningkatkan kerja sama menanggulangi bencana,” ajak Fauzan yang datang mewakili Kepala BPBD DIY Biwara Yuswantana.
Saling membantu antarwarga itu diperlukan karena Banaran memiliki potensi bencana yang beragam. Mulai ancaman gempa, tsunami, banjir, angin ribut dan pohon tumbang. “Marilah kita memaknai siapa berbuat apa,” ingat dia. Dalam menghadapi ancaman bencana, lanjut dia, masyarakat bukan hanya berperan menolong dirinya sendiri. Tapi juga membantu mereka dari kelompok rentan. Dia juga mengajak, masyarakat selalu mensyukuri segala nikmat yang diberikan Allah. “Akal pikiran yang sehat bentuk syukur nikmat,” ungkapnya.
Kepala Pelaksana BPBD Kulonprogo Ariadi mengucapkan terima kasih atas perhatian BPBD DIY membentuk Destana Banaran di kabupaten bermotto Binangun tersebut. Perhatian itu diwujudkan dengan peningkatan kapasitas terhadap segenap anggota forum relawan. “Peningkatan kapasitas itu dilakukan sejak 8 hingga 25 Februari 2019,” katanya.
Berbagai elemen yang meliputi anggota forum pengurangan risiko bencana dan satuan tugas (satgas) mengikuti diskusi dalam sembilan pertemuan di kelas dan tiga kegiatan di luar. Puncaknya mereka mengikuti simulasi dalam gladi lapang tersebut. Dalam simulasi itu, masyarakat berperan dalam banyak hal. Mulai menjadi relawan, korban bencana hingga pengungsi.
Korban bencana akibat gempa dan banjir digambarkan ada yang mengalami patah tulang, kepala bocor hingga meninggal dunia.“Yang meninggal karena korban tsunami. Diberi tahu untuk menyelamatkan diri, tidak mau,” kisah seorang warga di depan Fauzan dan Ariadi yang meninjau tenda korban.Baik Fauzan maupun Ariadi bersama jajaran Forum Pimpinan Kecamatan Galur tampak serius mendengarkan paparan warga.
Simulasi diakhiri dengan peninjauan dengan di barak pengungsian. Beberapa ibu-ibu tampak mengeluhkan minimnya bantuan logistik bagi mereka. “Kami belum menerima bantuan. Kapan nih Pak,” tanya seorang pengungsi. “Sabar, sabar sedang dikoordinasikan,” ucap Kepala Desa Banaran Haryanta.
Dikatakan, selama proses pembentukan destana, warganya menyambut dengan antusias. Mereka mengikuti pembekalan hingga gladi lapang dengan semangat dan suka cita yang tinggi. “Warga kami punya kesadaran sekaligus partisipasi yang lumayan tinggi,” katanya. (kus/mg4)