JOGJA – Menghadapi persaingan global, setiap tenaga kerja dituntut mengantongi sertifikasi kompetensi. Dewasa ini sertifikasi tenaga tenaga kerja menjadi tuntutan sekaligus kebutuhan. Apalagi Indonesia sekarang tengah berkompetisi dalam lingkungan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA).“Sertifikasi merupakan alat  meningkatkan daya saing tenaga kerja Indonesia dengan tenaga kerja asal negara Asia Tenggara lainnya,” ungkap Anggota Komisi D DPRD DIY Hamam Mustaqim, Kamis(7/3).

MEA bukan sekadar dipahami terjadi perpindahan arus modal, keuangan dan arus barang semata. Namun juga terjadi pada arus manusia atau tenaga kerja yang kompeten. Mengutip surat edaran (SE) Menteri Tenaga Kerja Nomor 5/MEN/V/2015 tentang Percepatan Peningkaatan Kompetensi Tenaga Kerja, salah satu poin pentingnya adalah meningkatkan kualitas lulusan balai latihan kerja (BLK) dan lembaga pelatihan kerja (LPK).

Bentuknya melalui sertifikasi kompetensi lembaga sertifikasi profesi (LSP) yang  dilisensi badan nasional sertifikasi profesi (BNSP).  Sertifikasi itu, sambung Hamam, diperlukan menghadapi persaingan tenaga kerja tingkat nasional maupun internasional. Dengan diperolehnya sertifikat kompetensi akan memudahkan pengusaha merekrut, menempatkan dan menetapkan tingkat upah pekerja.

“Sebaliknya bagi pekerja  mempermudah meraih kesempatan kerja dan dapat dijadikan sebagai jaminan sosial dan perlindungan,” jelas wakil rakyat yang tinggal di Wates, Kulonprogo.

Meski demikian, saat ini masih ada kendala. Di kalangan pencari kerja, tenaga kerja, pengusaha dan dunia pendidikan masih kurang memahami pentingnya sertifikasi. Padahal sertifikasi kompetensi dapat dijadikan pertimbangan penerimaan tenaga kerja, upah dan kesejahteraan tenaga kerja.

Karena itu, Hamam meminta sosialisasi pentingnya sertifikasi kompetensi agar diperluas. Khususnya menyangkut manfaatnya bagi pekerja dan pencari kerja maupun perusahaan.

Hamam mengatakan, sebenarnya Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi DIY telah melaksankan kegiatan  fasilitasi sertifikasi. Namun lagi-lagi hal itu belum banyak diketahui para pencari kerja dan calon pencari kerja. “Khususnya yang masih berada di bangku pendidikan atau lembaga pelatihan,” katanya.

Fasilitasi itu meliputi bidang pariwisata, garment, kulit, otomotif, teknologi informasi, batik, spa dan furniture. Metodenya dengan memberikan pembekalan (pra assesment), ujian teori dan  praktik. Sasaran dari fasilitasi itu terdiri atas tenaga kerja, pencari kerja lulusan LPK pemerintah dan swasta serta alumni/siswa SMK.

“Kegitan sertifikasi uji kompetensi itu dilaksanakan bekerja sama dengan  lembaga sertifikasi profesi,” ujarnya.

Kegiatan sertifikasi uji kompetensi dilaksanakan berdasarkan permohonan alumni LPK swasta dan pemerintah, alumni magang perusahaan dan alumni atau siswa SMK. Juga permintaaan masyarakat langsung dan tenaga kerja  perusahaan. Fasilitasi yang dilakukan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi DIY telah berjalan selama lima tahun terakhir. Kegiatan dimulai pada 2015 silam. Tahun pertama target peserta 170 orang dan dibiayai APBD DIY Rp 279.863.000.

Berikutnya, 2016,  target peserta 600 orang dengan anggaran Rp 811.625.000. Tahun 2017, target peserta 900 orang dengan dana sebesar Rp 1.042.415.000. Tahun lalu atau 2018 dibiayai dana  Rp 677.836.000 dan  target peserta 500 orang. “Tahun 2019 ini peserta ditargetkan 520 orang dengan anggaran Rp 745.619.000,” jelasnya.

Dikatakan, tujuan kegiatan sertifikasi uji kompetensi sebagai upaya pemberian pengakuan formal terhadap kompetensi seseorang. Sedangkan tujuan sosialisasi dalam rangka memberikan pemahaman pentingnya sertifikasi bagi pencari kerja, tenaga kerja maupun  pengusaha dan dunia pendidikan.

Di sisi lain, keberadaan lembaga sertifikasi di DIY masih terbatas untuk profesi tertentu. Akibatnya tidak  leluasa menentukan unit kompetensi yang akan diujikan karena harus bekerja sama dengan LSP di luar DIY.

“Sertifikasi uji kompetensi memerlukan pembiayaan yang cukup besar. Ini cukup berat bila dilaksanakan secara mandiri oleh pencari kerja maupun tenaga kerja dan instruktur. Faktanya, memasuki persaingan global diperlukan tenaga kerja yang bersertifikasi,” ingat Hamam. (kus/mg2)