JOGJA – Semakin banyak perajin kain yang menekuni teknik eco print. Selain alami, harga jualnya juga relatif tinggi. Maria Ulfa di antara perajin-perajin yang semakin serius menekuni teknik ini.
MEITIKA CANDRA LANTIVA, Bantul
Ketertarikannya terhadap eko print bermula saat dia ingin membeli pakaian dengan teknik tersebut. Namun dia dibuat merinding. Karena harga karya seni tersebut dijual harga tinggi. Setelah melihat prosesnya, dia tertantang untuk mempelajari.
Nah, berbekal informasi di YouTube, dia mulai mencoba bereksplorasi membuat seni eco print. Perempuan 39 tahun itu ingin miliki koleksi daun lokal di Indonesia melalui eco print. Mulai dari daun di sekitarnya, hingga daun yang dia dapatkan di luar Jawa.”Saya ingin ciptakan karya yang tidak menghasilkan limbah dan merusak lingkungan,” ungkap Ulfa warga Karang Gondang, Pendawaharjo, Sewon, Bantul itu.
Belajar hingga tiga bulan akhirnya dia berharap menciptakan karya yang bagus. Bahkan dia mengaku tak menemukan kesulitan dalam proses pembuatannya itu. Meski prosesnya tak mudah. Memerlukan ketelitian dan membutuhkan waktu lama. Nah, motif yang sudah dibuatnya itu, di antaranya, daun jati, daun jarak kepyar, dan daun mangsi. ”Nah, pohon Lanang juga ada dari Bali. Ada juga beberapa daun diambil dari Kalimantan,” ungkapnya.
Menurutnya, penggunaan eco art itu tidak hanya dilakukan menggunakan daun segar. Namun, daun kering pun bisa dimanfaatkan. Dijadikan karya seni yang bernilai mahal.
Adapun prosesnya, sebelum digunakan, daun direndam di dalam larutan mordan. Untuk menghilangkan zat kimia di serat kain. Selanjutnya kain diangin-anginkan hingga kering. ”Ini bagian yang paling menantang. Menata daun agar menjadi motif unik di selembar kain yang dibentangkan,” katanya.
Usai ditata, kain dilapisi kertas khusus untuk mengunci daun agar tidak bergeser. Selanjutnya, kain tersebut dilipat dan direbus selama satu sampai dua jam. Hingga menciptakan motif apik. Kemudian di angin-anginkan.Menurutnya pewarna alami itu menciptakan nuansa klasik yang tak lekang oleh zaman.
Tak menyangka, justru sekarang dia semakin berkembang dari karya-karyanya itu. Tak sedikit warga yang membeli hasil karyanya itu. Bahkan dia diminta untuk melakukan pelatihan. Hampir tiga tahun berjalan, karya eco print-nya berkembang. Dengan produk berupa kain eco print, baju, tote bag, dompet, selendang, kaos dan lain-lain. Hingga kini dia ciptakan mini workshop di kediamannya itu. ”Ya, saya ingin mengoleksi tanaman lokal dalam bentuk eko print,” tuturnya.(din/mg2)