POLRESTA Jogja masih menyelidiki meninggalnya enam orang yang diduga mengonsumsi ciu.
Kapolresta Jogja Kombespol Armaini mengakui kasus tersebut menjadi perhatian penting. Kapolres menduga, perenggut nyawa enam orang di Kota Jogja itu adalah minuman yang sama. Meski terjadi di beda tempat kejadian perkara dan lain pula kelompok pengonsumsinya. Kendati demikian, Armaini belum berani menyimpulkan asal-usul mihol tersebut. Apakah bersumber dari penjual yang sama atau beda.
“Kami masih kumpulkan alat bukti. Dari keterangan keluarga, saksi sesama peminum, dan dokter,” jelasnya Minggu (17/3).
Soal peredaran mihol, Kapolres menegaskan akan menindak tegas pelaku. Dikatakan, dalam tiga bulan terakhir Polresta Jogja telah mengirimkan sembilan berkas tersangka. Masing-masing ada yang dihukum membayar denda hingga kurungan penjara.
Menurut Armaini, peredaran mihol ilegal tak hanya di wilayah Kota Jogja. Karena itu diperlukan koordinasi antarsatuan wilayah kepolisian. Penindakan hukum terhadap produsen atau distributor mihol dilakukan secara terstruktur. “Sekarang ini masyarakat minum miras (mihol) sudah tidak pikir panjang. Entah di mana membelinya, lalu komposisinya apa. Karena bisa saja belinya di luar, minumnya di kota,” ujarnya.
Kapolsek Pakualaman Kompol Herman Pratikto menambahkan, kasus mihol perenggut nyawa diketahui setelah ada pelaporan warga. Itu pun terbilang terlambat. Sebab, warga melaporkannya Sabtu (16/3). Atau setelah kematian Kustanto.
Herman menduga, pesta mihol di wilayah hukumnya tak hanya dilakukan tiga orang pelaku tewas, yakni Kusmedi, Ari Prabowo, dan Kustanto Sutrisno. Tapi ada warga lain yang turut serta. Setidaknya informasi itu berdasarkan keterangan ayah Kustanto. “Ini masih kami dalami. Kami juga sedang lacak penjual mihol itu,” katanya.
Sementara itu, Wakil Direktur Pelayanan RSUD “Wirosaban” Kota Jogja Avy Susantini menduga, para pengonsumsi ciu meninggal akibat keracunan alkohol. Atau oplosan zat tertentu yang terkandung dalam mihol terkait. “Iya ada tiga orang. Satu meninggalnya tak di rumah sakit. Yang dua iya (meninggal di RS Wirosaban),” ungkapnya.
Terpisah, Koordinator Forum Pemantau Independen Kota Jogja Baharuddin Kamba meminta pemerintah maupun kepolisian tak tebang pilih dalam penegakan hukum peredaran mihol. Pengedar minuman memabukkan harus dihukum setimpal. Demi menciptakan wilayah Jogja yang kondusif dan bebas mihol. “Karena kasus mihol merenggut nyawa manusia bukan kali ini saja. Dulu-dulu juga sering terjadi,” sesalnya.
Selama masih ada pengonsumsinya, kata Kamba, peredaran mihol tak akan pernah terputus. Pihak yang paling diuntungkan adalah penjualnya. Makanya, Kamba mengimbau masyarakat untuk menjaga kampung sendiri dari peredaran mihol. Apa pun jenis dan bentuknya.
Selain itu dia mendorong aparat penegak hukum melakukan razia peredaran mihol secara lebih masif dan intensif. “Berikan sanki sosial bagi penjual maupun pembelinya. Supaya jera,” pinta Kamba. “Masak menangkap pengedar dan pembeli narkoba saja bisa kok. Seharusnya lebih mudah bagi polisi menangkap penjual mihol oplosan,” tambahnya.
Kendati demikian, Kamba menyadari bahwa upaya memutus rantai peredaran mihol bukan pekerjaan mudah. Terlebih mihol oplosan dari luar daerah.(dwi/cr9/yog/tif)