SLEMAN – Hingga 2018, luas lahan baku sawah di Sleman mengalami revisi. Saat ini lahan baku sawah Sleman ada di angka 18.100-an hektare. Revisi luas lahan baku sawah ini tentunya berpengaruh terhadap jumlah produksi beras.

Kabid Tanaman Pangan, Dinas Pertanian Pangan dan Perikanan (DP3) Sleman, Rofiq Andriyanto menjelaskan, kendati ada revisi, pihaknya tetap optimistis produksi beras akan surplus. Walaupun angkanya tidak sebesar sebelumnya.
Pada produksi tahun ini, pihaknya menargetkan surplus beras 80 ribu ton. Memang turun separo dari tahun 2017 yang bisa surplus 150 ribu ton.

“Itu penurunan selain dari revisi luas lahan baku sawah juga karena setiap tahun terancam 100 hektare lahan hilang,” kata Rofiq ditemui dalam kegiatan gropyokan tikus di Sumberagung, Moyudan (17/3).

Rofiq mengatakan, kebutuhan beras di Sleman akan tetap aman. Walaupun luasan lahan ada penurunan, produksi stabil. Setidaknya, 20 tahun ke depan persediaan beras masih aman. “Produksi stabil, masih bisa surplus,” katanya.
Agar bisa menjaga produksi beras di Sleman, pihaknya juga mengaktifkan kembali lahan tidur di Sleman. Itu sebagai salah satu upaya untuk menjaga produksi beras.

“Kami upayakan untuk menambah luas tambah tanam. Pada Maret, kami targetkan lahan tanam bisa mencapai 2.610 hektare,” kata dia.

Namun, pihaknya menemui kendala di lapangan. Saat ini luas lahan untuk tanam baru mencapai 1.016 hektare. Pihaknya menargetkan untuk menambah lagi 80 hektare luas tambah tanam dari seluruh sawah di Sleman.

“Makanya, lahan tidur seperti ini kami upayakan agar digarap,” ujarnya.
Salah satu lahan yang ditargetkan untuk bisa digarap adalah di Kecamatan Moyudan. Pihaknya menargetkan bisa menambah 50 hektare lagi dari menggarap kembali lahan tidur.

Beberapa lahan sawah sudah hampir empat tahun menjadi lahan tidur. Serangan hama tikus menjadi penyebab enggannya masyarakat untuk menggarap.

“Kali ini kami berikan pendampingan intensif ke petani. Karena sayang, lahan seluas 3,5 hektare di Dusun Klampis ini jika tidak digarap,” kata dia.
Rofiq meminta masyarakat memasang trap barier system (TBS). Untuk mengantisipasi serangan hama tikus. Pasalnya untuk menerapkan mina padi, di daerah tersebut selalu terkendala dengan keamanan.

“Memang air mengalir terus, tapi jarak rumah dengan sawah jauh. Sehingga dari penuturan petani, yang panen ikan justru orang lain, alias dicuri,” kata Rofiq.

Gropyokan, kata dia, juga menjadi solusi. Untuk mencegah dicurinya beras Sleman. Dari dua kali gropyokan sudah ditemukan 486 ekor tikus.
“Kami juga memberikan ganti untuk petani per ekor tikus sebesar Rp 3.000,” kata Rofiq.

Selain itu, dia meminta petani mengajukan asuransi usaha tani padi (AUTP). Itu untuk mengantisipasi risiko jika padi mengalami serangan hama tikus.

“Hanya saja, itu bisa diklaim kalau kerusakan yang ditimbulkan mencapai 80 persen. Kalau di bawah itu, tidak bisa mendapat klaim,” kata Rofiq.

Ketua Gapoktan Rejeki Mulia Moyudan, Edi Wasita menjelaskan, serangan tikus membuat petani mengalami kerugian. “Di Moyudan rata-rata petani hanya bisa panen sekitar 20 persen,” kata Edi.

Akibatnya, para petani ada yang enggan untuk menanam padi. Kendati varietas padi menjadi unggulan utama. Sebab ketersediaan air selalu ada. “Hanya saja kalau diserang (tikus) terus ya rugi. Jadi banyak lahan tidur,” kata dia. (har/iwa/mg3)