TANDA-tanda kejanggalan itu sudah terlihat sejak Minggu (17/3) pukul 18.00. Ismoyo Haryanto sadar betul bahwa air yang mengalir dari kompleks makam raja-raja Mataram di Imogiri itu tak seperti biasanya. Air dari tebing yang mengalir ke wilayah RT 02 Pajimatan, Dusun Kedungbuweng, Wukirsari, Imogiri berwarna merah.

Hujan tak kunjung reda. Satu jam kemudian Ismoyo pun memukul kentongan. Sebagai penanda warga harus bersiap-siap mengungsi. Bukan khawatir bakal terjadi longsor. Melainkan karena wilayah Perbukitan Seribu itu diguyur hujan cukup lebat seharian. Sejauh ini belum ada sejarahnya tebing yang berada di atas wilayah Kedungbuweng longsor.

”Beberapa warga ada yang mengungsi ke tempat lebih aman,” ucapnya.
Yang tak Haryanto sadari adalah perubahan warna air itu bakal berujung longsor dahsyat. Sekitar pukul 20.00, tebing yang terletak sekitar 50 meter di atas permukiman itu longsor. Material longsoran dari tebing di sekitar kompleks makam raja-raja. Persisnya dari area calon makam keluarga Sultan Hamengku Buwono X. Tanah dan batuan yang longsor menimpa beberapa rumah di bawahnya.

”Terdengar gemuruh batu berjatuhan dan pohon-pohon tumbang,” tutur ketua RT 02 Kedungbuweng ini.

Sebagian warga berhasil menyelamatkan diri dari kejaran material longsor. Namun, ada pula yang terjebak. Salah satunya Sudi Atmojo.

Begitu mendengar suara gemuruh, Ning, anggota keluarga kakek 80 tahun ini sebenarnya berupaya menyelamatkannya. Dengan cara menuntunnya. Namun, ketika baru sampai di depan pintu material longsoran menghantam rumah mereka. Keduanya tertimbun bangunan rumah.

”Sudi Atmojo berhasil dievakuasi dari reruntuhan. Namun sudah meninggal dunia,” beber Ismoyo menyebut Ning hanya mengalami luka di bagian kakinya.
Ismoyo mencatat, hingga kemarin ada dua warganya yang masih belum ditemukan. Dia menduga, keduanya, Eko Supratmi, 50, dan Rufi Kusuma Putri, 9, tertimbun material longsoran. Tim gabungan yang diinisiasi Badan

Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Bantul hingga kemarin petang masih terus melakukan pencarian. Dengan menurunkan tiga unit alat berat.
Berdasar data BPBD Bantul, total ada tiga warga yang meninggal dunia akibat bencana banjir dan longsor. Dua lainnya, Painem, 70, warga RT 07 Numpukan, Karangtengah, Imogiri, dan Kiyat alias Siswo Sudarsono, warga Nogosari 2, Wukirsari, Imogiri.

”Jumlah warga yang mengungsi 6.908 jiwa,” sebut Kepala BPBD Bantul Dwi Daryanto.

Sementara itu, Kepala Pelaksana BPBD DIJ Biwara Yuswantana mengungkapkan, Kabupaten Bantul terdampak paling parah. Lantaran wilayah Bumi Projotamansari berada di hilir. Titik banjir dan longsor tersebar di 37 desa di 15 kecamatan. Namun, lokasi terparah berada di wilayah Imogiri.
”Karena Imogiri merupakan simpul pertemuan Sungai Oya dan Celeng,” ungkapnya.

Di Kulonprogo, kata Biwara, ratusan warga mengungsi di Stadion Cangkringan. Menyusul peningatan debit air Sungai Serang. Luapan air Sungai Serang tak hanya menggenangi permukiman warga. Air bah sempat merendam kompleks sekolah Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 2 Wates di Wonosidi, Wates. Lokasi sekolah hanya berjarak kurang 100 meter dari bantaran sungai tersebut.

“Air mulai masuk ke kelas sekitar pukul 18.00. Ketinggian air mencapai 50 sentimeter,” ungkap Humas MAN 2 Wates Amir Ma’ruf.

Banjir di Kulonprogo melanda empat kecamatan. Di Pengasih ratusan rumah tergenang air setinggi satu meter di Dusun Karang Tengah Kidul, Margosari. “Banjir itu kiriman dari Sungai Serang yang meluap,” kata Kades Margosari Danang Subiyanto.

Kasi Kedaruratan dan Logistik BPBD Kulonprogo Suhardiyana mengatakan, total jumlah warga yang harus diungsikan lebih dari tiga ratus orang. Selain di Stadion Cangkring, sebagian pengungsi dievakuasi di kantor Kecamatan Panjatan.

Selain banjir, hujan disertai angin kencang yang melanda Kulonprogo juga memicu longsor di 15 titik. Tersebar di wilayah Kecamatan Kokap, Girimulyo, Samigaluh, dan Kalibawang. Dua rumah warga rusak. Milik Sudiro, warga Giripurwo, Girimulyo dan Santoso di Purwosari.

“Material longsor juga menutup akses jalan di Kepundung,” kata relawan Tagana Purwosari Sutikno.

Mengingat besarnya dampak bencana banjir dan tanah longsor, Pemkab Kulonprogo akan menaikkan status kebencanaan menjadi darurat bencana. Agar dampak bencana segera bisa tertangani secara tuntas. (cr6/dwi/tom/zam/yog/tif)