DUNIA anak melekat pada diri Bagong Soebardjo. Sejak kecil. Hingga kini di usianya yang telah senja. Bagong masih aktif mendalang. Pun membuat wayang. Juga mendongeng. Untuk kalangan anak-anak. “Saya mulai membuat berbagai jenis wayang sejak tahun 1980-an,” ujarnya.

Bahan wayang yang dimaksud bisa kertas, kulit, atau plastik. Wayang buatannya lantas dijadikan tokoh untuk sarana mendongeng. Bagong juga memiliki Sanggar Wayang Dongeng di rumahnya. Dusun Jlengongan, Margorejo, Tempel, Sleman.

Ketika sepi order mendalang atau mendongeng, Bagong tak segan tampil menjadi badut. Profesi ini sebagai job sampingannya. Nama Bagong Soebardjo sebagai seniman cukup kondang. Dia juga dikenal sebagai seorang kartunis.
Hobi menggambarnya juga menghasilkan pundi-pundi rupiah. Bahkan sebagai salah satu sumber penghasilannya.

Pria 62 tahun itu juga pernah terlibat dalam pembuatan film anak-anak. Pada 1986 silam. “Judulnya Bajra Bagaskara. Film wayang itu ditayangkan di stasiun TV swasta,” ungkapnya.

Umur kepala enam tak membuat semangat kerja Bagong surut. Dia selalu ingin merasakan tantangan baru. Tantangan itu datang pada 2015 lalu. Ketika dia mendengar kabar peluncuran Go-Jek di Jakarta. Dia tertarik menjadi mitra. Meski kala itu sempat ada keraguan. Dia khawatir tidak bisa diterima. Apalagi saat itu dia tak memiliki handphone. Karena usianya telah menginjak 58 tahun. Ternyata Dewi Fortuna berpihak kepadanya. Maka bergabunglah Bagong dengan Go-Jek. Sebagai mitra roda dua.

“Serba susah waktu itu. Lantas saya difasilitasi handphone oleh Go-Jek. Diajari ini itunya,” kenangnya.

Dari awalnya tak paham aplikasi di telepon pintar, Bagong pun mulai mengenal media sosial. Terutama Whatsapp dan Facebook. Lewat media sosial itu pula Bagong lantas mempromosikan profesinya sebagai pendongeng.

Order mendongeng pun kian sering dia terima. Pun panggilan untuk mengisi workshop menulis cerita anak. Sampai sekarang. Bagong bahkan pernah diundang ke Melbourne University. Menjadi pembicara sastra lisan.
Bagong mengaku, penghasilannya jauh lebih tinggi sejak menjadi driver Go-Jek. Bahkan pendapatannya dari Go-Jek lebih banyak dibanding upah mendongeng.
Bagong pun tetap semangat sebagai mitra Go-Jek. Meski tak bisa serutin driver-driver muda.

“Saat ini saya sudah nggak kuat kalau harus tutup poin. Paling hanya bisa narik seminggu 3 kali,” ungkap Bagong. “Terima kasih sekali kepada Go-Jek yang memberikan kebebasan di usia saya saat ini,” tambahnya.

Sebagai mitra Go-Jek Bagong merasa sangat terbantu untuk menafkahi keluarga. Terlebih dia adalah tulang punggung keluarga. Untuk memenuhi kebutuhan istri dan keempat anaknya. Apalagi anak pertamanya ingin masuk ke perguruan tinggi tahun ini.

Untuk menopang kebutuhan keluarga, Bagong hanya dibantu istrinya yang jualan bakso, mi ayam, dan soto di warung rumahnya.

Dengan prinsip selalu bersyukur, Bagong yakin mampu menafkahi keluarganya.
Hanya masih ada satu impiannya yang belum terwujud. Yakni membuat sanggar yang lebih besar. Agar bisa menampung lebih banyak anak yang ingin belajar seni.(ita/yog/tif)