SLEMAN – Eksistensi industri genting di Godean terancam. Ketersediaan bahan baku hingga munculnya persaingan kurang sehat dari industri genting luar daerah menjadi penyebabnya.

Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Genting Sembada Manunggal Sejahtera Suroto menjelaskan ekspansi genting dari luar daerah dan mengatasnamakan genting Godean semakin banyak. Apalagi genting luar daerah itu dijual dengan harga jual yang juga rendah, meski dengan kualitas lebih rendah.

“Kalau genting dari luar daerah itu dijual sekitar Rp 700 sampai Rp800 per buah. Itu setengahnya dari genting Godean,” ungkap Suroto Minggu(24/3).
Kondisi itu, lanjut dia, telah berlangsung sejak 2006. Yaitu setelah kejadian gempa di Bantul. Dimana kebutuhan akan genting meningkat. “Karena tidak bisa mencukupi akhirnya ambil dari Magelang,” bebernya.

Tapi lambat laun para makelar genting lebih memilih genting dari Magelang atau daerah lain. Karena harga yang ditawarkan lebih murah. “Tapi mereka mengaku genting itu dari Godean, padahal kualitasnya berbeda,” keluhnya.

Masalah lainnya, kata dia soal bahan baku genting berupa tanah liat yang makin sulit didapatkan. Hal itu karena saat ini sudah banyak bukit yang dijual dan beralih fungsi menjadi perumahan. Saat ini, bahan baku yang ada didapatkan dari Kulonprogo. Yang nantinya akan dicampur dengan tanah liat dari Godean. “Jadi memang agak beda kualitasnya sekarang,” jelasnya.

Kondisi itu berimbas pada jumlah pengrajin genting. Yang tadinya sekitar 1.500 pengrajin saat ini hanya terisisa sekitar 600. Jumlah penjualan saat ini juga menurun drastis. Dari dulu bisa sampai 70 ribu per bulan saat ini pohaknya paling banter hanya mampu menjual 30 ribu per bulan.

Sementara itu, Ketua Asosiasi Pengrajin Genteng Sembada Manunggal Sejahtera Sukiman mengatakan dengan kondisi cuaca seperti saat ini mengakibatkan penurunan produksi yang signifikan. “Sebab, para pengrajin itu memproduksi gentingnya masih manual. Jadi tergantung sinar matahari,” ujar Sukiman.

Mereka meminta kepada dinas terkait agar memberikan bantuan berupa alat pengering. Sebab, kita mengandalkan sinar matahari bukan tidak mungkin para pengrajin akan gulung tikar. “Pemerintah sudah mencari terobosan untuk ke sana (alat pengering) tapi ya itu lagi pakai proses,” katanya.

Untuk penjualan, kata Sukiman juga masih stagnan. Sebab, menurutnya saat ini juga belum banyak proses pembangunan. “Biasanya mulai ramai bulan April,” ungkapnya. (har/pra/mg3)