GUNUNGKIDUL – Ratusan warga Desa Karangawen, Girisubo, Gunungkidul berbondong-bondong keluar dari rumah. Mereka menyelamatkan diri setelah terdengar informasi terjadi gempa bumi dan tanah longsor. Sirine tanda bahaya berbunyi. Kentongan bersautan.

Sejumlah relawan dari forum pengurangan risiko bencana (FPRB) Desa Karangawen, pemadam kebakaran, anggota TNI/Polri, petugas puskemas hingga PMI secara sigap menyelamatkan warga. Dalam tempo singkat berdiri posko pengungsian.

Rangkaian peristiwa itu merupakan bagian dari gladi lapang sekaligus mitigasi menghadapi gempa bumi dan tanah longsor. Simulasi itu menjadi bagian dari upaya meningkatkan kewaspadaan dan kesiapsiagaan. Ini mengingat, Gunungkidul termasuk daerah rawan bencana.

“Kesiapsiagaan harus terus dijaga. Tidak hanya saat simulasi,” kata Kepala Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DIY Fauzan Umar saat memberikan sambutan di depan peserta gladi lapang yang dipusatkan di Dusun Kepuh, Karangawen, Girisubo, Gunungkidul, Kamis(4/4).

Fauzan menjelaskan, simulasi itu merupakan kerja sama antara BPBD DIY dengan BPBD Kabupaten Gunungkidul dan Pemerintah Desa Karangawen. Tujuannya demi meningkatkan kapasitas masyarakat mengantisipasi bencana.

Simulasi itu menjadi bagian dari kegiatan pengukuhan dan peresmian Karanggawen sebagai desa tanggap bencana (destana). Desa Karangawen merupakan desa kedua di Gunungkidul yang tahun ini diresmikan menjadi destana. Sebelumnya, BPBD DIY telah mengukuhkan Desa Jepitu, Girisubo pada 1 April lalu.

Menurut Fauzan, pembentukan destana dan FPRB dimaksudkan agar warga selalu siap dan tanggap menghadapi bencana yang datang sewaktu-waktu. Kesiapan itu meliputi proses evakuasi, pertolongan medis, distribusi logistik dan penyediaan dapur umum di barak pengungsian.

Hingga 2019 ini ada 63 desa di Gunungkidul yang dikukuhkan menjadi destana. Rinciannya 55 desa pada 2018 dan 4 desa lewat APBD DIY 2019 dan 4 desa lainnya melalui APBD Perubahan 2019. Sedangkan sisanya sebanyak 81 desa akan diselesaikan hingga 2022 mendatang.

Lebih jauh dikatakan, pembentukan destana baru langkah awal. Ke depan, masih banyak yang harus dipelajari dan dipraktikkan. Dengan demikian, penanganan bencana dan korban bencana dapat dilakukan secara tepat.
Peningkatan kapasitas dan kemampuan relawan tetap diperlukan. Demikian juga kepekaan menghadapi setiap ancaman bencana. “Relawan dan warga harus saling membantu,” pintanya.

Kepala BPBD Kabupaten Gunungkidul Edy Basuki mengapresiasi terbentuknya FPRB dan Destana Karangawen ini. Keberadaan keduanya mendorong masyarakat setempat lebih tanggap dan peka dengan setiap ancaman bencana.
Bahkan nantinya setelah kapasitasnya memadai relawan dari Karangawen dapat dilibatkan dalam penanganan bencana di lintas kecamatan. Terkait simulasi penting dilakukan. Tujuannya agar masyarakat punya bekal pengetahuan menghadapi bencana.

“Tahu apa yang harus dilakukan jika terjadi gempa bumi,” katanya.
Di samping itu, sebagai pendekatan ke masyarakat guna mengurangi risiko bencana. Simulasi juga untuk membangun pemahaman masyarakatmenanggulangi bencana. Masyarakat menjadi tahu dengan jalur-jalur evakuasi. “Agar lebih menghayati, maka dipraktikkan dengan simulasi,” ajaknya. Edy juga berharap masyarakat dapat melakukan simulasi itu secara mandiri. Secara periodik diadakan gladi lapang yang diinisiasi relawan dan FPRB Desa Karangawen.

Anggaran pembentukan destana di Gunungkidul bersumber dari dua hal. Pertama dari APBD DIY dan kedua APBD Gunungkidul. Tahun ini disediakan alokasi anggaran Rp 240 juta dari anggaran kabupaten untuk membentuk empat destana. (gun/kus/mg2)