JOGJA – Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan DIJ memastikan satu di antara lima sapi yang mati mendadak di Dusun Grogol 4, Bejiharjo, Karangmojo, Gunungkidul, positif terinfeksi antraks. Itu merujuk hasil pemeriksaan sampel di Balai Besar Veteriner Wates, Kulonprogo. Kendati begitu, empat sapi lainnya berpotensi terjangkit penyakit mematikan itu. Lantaran letak kandang lima sapi tersebut saling berdekatan.

”Sampel yang diujikan hanya satu,” jelas Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan DIJ Sasongko di kantornya Kamis (23/5).

Temuan antraks ini diketahui Rabu (8/5). Saat petugas mengecek kondisi lima ekor sapi yang mati mendadak. Petugas lantas mengambil seekor sapi sebagai sampel. Dari pemeriksaan diketahui gejala sapi ini identik terinfeksi antraks. Misalnya, limpa mengalami pembengkakan dan bagian lubang sapi mengeluarkan cairan.

”Tapi, kemarin itu hanya satu sapi yang terlihat indikasinya (terinfeksi antraks),” ujarnya.

Dari temuan ini, dinas lantas mengambil sejumlah langkah. Di antaranya dengan mengisolasi kandang. Dinas juga menyiram disinfektan berupa formalin di area kandang. Bahkan, dinas juga menyuntik 90 ekor sapi dan 249 kambing di Dusun Grogol 4 dengan antibiotik.

Persoalannya, dua ekor sapi suspect antraks ini telah disembelih. Dagingnya juga telah didistribusikan alias dijual ke beberapa wilayah di Gunungkidul. Sebab, daging sapi suspect antraks tidak aman dikonsumsi.

”Sekarang kami melacak peredaran daging dari dua sapi yang sudah dipotong,” katanya.

Kasus antraks di Dusun Grogol 4 bukan kali pertama di DIJ. Berdasar data Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan DIJ, suspect antraks sebelumnya pernah terdeteksi di Pakem, Sleman pada 2003 dan di Kulonprogo pada awal 2017.

Dikonfirmasi terpisah, Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) DIJ Pembajun Setyaning Astutie meminta warga tidak panik. Dinkes telah melakukan deteksi awal. Sasarannya seluruh penduduk Dusun Grogol 4. Khususnya, warga yang merasa pusing, demam, dan memiliki luka terbuka.

”Hasilnya (antraks) negatif menjangkiti manusia,” kata Pembajun melalui sambungan telepon.

Screening awal, kata Pembajun, dilakukan lantaran potensi penularan antraks ke manusia sangat tinggi. Sebab, penularan penyakit ini hanya bisa melalui sentuhan.

Terkait bakteri bachillus antrachis, Pembajun mengungkapkan, memiliki daya tahan kuat. Umurnya juga bisa mencapai 70 tahun. Apalagi, jika bakteri ini telah berada di tanah. Bakteri ini bisa menjadi spora, sehingga bisa menular melalui air tanah. Namun, Pembajun memastikan, dinkes telah melakukan kapurisasi sumber air di Dusun Grogol 4.

”Kalau memasak harus perhatikan sumber airnya,” pesannya.

Pembajun juga berpesan agar masyarakat menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).”Jika yang sebelumnya punya luka terbuka mengalami demam dan kejang-kejang segera ke puskesmas. Khususnya untuk penduduk di sekitar matinya sapi,” sambungnya.

Meski daging sapi pilihan favorit saat Lebaran, Pembajun meminta masyarakat tak perlu waswas. Dia menggaransi pengawasan pasar yang menyediakan daging sapi sangat ketat.

”Selama  beli daging di pasar yang terpercaya pasti aman. Ini karena proses pemotongan sudah terawasi dan melalui pemeriksaan dinas,” katanya.

Sementara itu, Kepala Seksi Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner Distan DIJ Anung Indah Swasti belum bisa memastikan asal usul bakteri antraks di Gunungkidul. Lantaran antraks sebelumnya belum pernah terdeteksi di Gunungkidul. Namun, dia tak menutup mata bahwa beberapa wilayah di sekitar Gunungkidul pernah menjadi endemik antraks. Bahkan, di antaranya belum dinyatakan bebas antraks. Sebut saja Sragen, Boyolali, dan Pacitan.

Ketika disinggung spora antraks bisa bertahan lama, Anung tak memungkirinya. Spora antraks bisa bertahan hingga 70 tahun meski ditimbun dalam tanah. Dari itu, Anung menegaskan, satu-satunya cara memusnahkan hewan atau daging terjangkit antraks adalah dikremasi.

”Tapi, biayanya memang tidak murah,” tambahnya. (dwi/zam/rg)