JOGJA– Perbedaan itu karunia Allah. Berbeda itu anugerah. Tidak harus terbelah. Perbedaan itu justru bisa saling melengkapi. Sudah banyak dibuktikan dalam kehidupan ini. Seperti adanya siang dan malam.

“Jadi berbeda itu harus saling mengisi. Seperti bhinneka tunggal ika yang menjadi kekuatan bangsa kita,” tegas Herry Zudianto. Wali Kota Jogja periode 2001-2011 itu menyampaikan hal tersebut saat memberi sambutan sebelum membuka Pameran Seni Rupa #4 Kelompok Termos’85, Sabtu malam (8/6). Pameran bertema Godhong Suruh yang digelar di Galeri Tembi Rumah Budaya ini berlangsung 8-21 Juni 2019. Menurut pria yang akrab disapa HZ ini, tema Godhong Suruh memiliki filosofi yang baik sekali. “Sangat kontekstual,” tuturnya.

Pembukaan pameran dihadiri oleh para perupa, seniman, dosen, mahasiswa dan pecinta seni dari Jogja dan sekitarnya. Penyair Suyanto ikut menyemarakkan acara pembukaan dengan membaca puisi berjudul “Kutuangkan Termos di Hatimu.” Sedangkan Fahru n Friend menghibur pengunjung dengan lagu dari Nisa Sabyan, Nicky Astria maupun Ebiet G Ade.

Mengambil tema Godhong Suruh (Daun Sirih), para perupa alumni Pendidikan Seni Rupa IKIP Yogyakarta (sekarang Universitas Negeri Yogyakarta) mengeksplorasi banyak hal. Ada yang mengekspresikannya lewat lukisan. Ada pula yang membuat patung. Ada yang menggunakan cat minyak, akrilik, krayon, cat air maupun media campuran (mixed media).

Ketua Panitia Pameran Tri Wiyono menginformasikan, ada peserta pameran Godhong Suruh yang meninggal sebelum pameran digelar. Karya yang disiapkan untuk pameran pun belum sempat ditandatangani. “Sebagai penghormatan terhadap rekan Nurdin Akhsani almarhum, karyanya tetap kami pamerkan. Mohon doanya saja semoga almarhum husnul khatimah,” ungkap Tri Wiyono.

Tri Wiyono juga menyampaikan tujuan pameran yakni sekadar sebagai upaya udhu-udhu klungsu, walaupun sangat sedikit ikut urun (berkontribusi), untuk menjaga agar yang berbeda tidak terbelah, yang terluka tidak menganga dan yang susah sedikit terhibur.

Mewakili Pengelola Tembi Rumah Budaya Albertus Sartono menilai apa yang dilakukan Kelompok Termos’85 ini sebagai wujud udhu-udhu klungsu. “Karena mereka para seniman, maka iur-nya (kontribusinya) lewat karya. Pasti iur-nya ini memiliki tujuan baik dan indah,” tegasnya. (pra/fj)