”Sebelum Belanda datang, Yogyakarta sudah teratur. Kalau sekarang menjadi kacau, mengapa saya yang harus memperbaiki? Kalau Tuan-Tuan ingin memperlakukan keraton seperti ketika tentara Belanda merampas semua arsip-arsip saya di Kepatihan, lebih baik bunuh saya terlebih dahulu.

Pernyataan tersebut dilontarkan Sri Sultan HB IX kepada pimpinan pasukan Belanda. Penyataan tegas tersebut membuat ciut nyali pimpinan Belanda. Pasukan Belanda tidak berkutik. Mereka berdalih datang untuk Sultan HB IX. Tak lama berselang, pasukan Belanda mundur.

Perundingan Roem-Roijen antara pemerintah Indonesia dan Belanda dilaksanakan. Salah satu isi perjanjian itu adalah menyerahkan kembali pemerintahan Indonesia ke Yogyakarta. Saat itulah, Presiden Soekarno memberikan mandat kepada Sultan HB IX untuk memegang tampuk kekuasaan pemerintahan Indonesia. Surat penetapan ini dikeluarkan 1 Mei 1949 di Bangka, tempat pengasingan Soekarno.

Sebagai kepala Negara, Sultan HB IX langsung merapikan struktur organisasi pemerintahan. Sultan HB IX membangun kembali Kepolisian Negara.

Selain itu, Sultan HB IX juga mengatur penarikan mundur pasukan Belanda dari Yogyakarta. Termasuk menyiapkan seremonial penyambutan kembalinya pemimpin-pemimpin Republik Indonesia dari pengasingan di Yogyakarta. Tak terkecuali, kembalinya pula Panglima Besar Soedirman dari perang gerilya.

Selang hari pasca Peristiwa Yogya Kembali atau 30 Juni 1949, Sri Sultan Hamengku Buwono IX mengambil sebuah langkah penting. Memegang amanah sebagai Menteri Negara Koordinator Keamanan, Sultan HB IX mengeluarkan Proklamasi di Yogyakarta. Proklamasi ini menguatkan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia yang dibacakan Soekarno dan Mohammad Hatta pada 17 Agustus 1945 di Jakarta.

Proklamasi Kemerdekaan di Yogyakarta ini merupakan langkah supaya tidak terjadi kekosongan pemerintahan. Sebab, saat itu Soekarno, Hatta, dan para pimpinan lainnya tidak berada di Yogyakarta karena diasingkan oleh Belanda.

Dalam proklamasi tersebut, Sultan HB IX menegaskan kekuasaan pemerintah di seluruh Daerah Istimewa Yogyakarta kembali di tangan pemerintah Republik Indonesia, yang berkedudukan lagi di Ibu Kota Yogyakarta. Atas penetapan Paduka Yang Mulia Presiden, Panglima Tertinggi Angkatan Perang Republik Indonesia, maka buat sementara waktu kekuasaan pemerintah republik, baik sipil maupun militer, di Daerah Istimewa Yogyakarta dipegang dan dijalankan oleh Menteri Negara Koordinator Keamanan dengan dibantu oleh segala badan pemerintahan dan alat kekuasaan serta pegawai negeri yang ada dan yang akan datang di Daerah Istimewa Yogyakarta.

Selain itu, proklamasi itu juga menyebutkan segala badan dan peraturan negara Republik Indonesia yang ada sebelum hari dan tanggal pengembalian kekuasaan di tangan pemerintah Republik Indonesia, langsung berlaku selama tidak diadakan ketentuan lain. Setelah keadaan mengizinkan, maka segera Paduka Yang Mulia Presiden, Paduka Yang Mulia Wakil Presiden serta anggota-anggota pemerintah Republik Indonesia lainnya akan kembali ke Yogyakarta.

Peristiwa Yogya Kembali pada 29 Juni 1949 merupakan salah satu tonggak kukuhnya Republik Indonesia. Peristiwa itu tak hanya menandai penarikan seluruh pasukan penjajah Belanda. Peristiwa tersebut sekaligus meneguhkan keberadaan Republik Indonesia. (*/amd/fj)