JOGJA – Dampak hasil Pileg 2019 lalu mulai dirasakan di DPRD Kota Jogja. Karena hampir separo anggota DPRD saat ini tidak terpilih kembali, mereka mulai malas ngantor. Dampaknya beberapa kali rapat paripurna (rapur) harus ditunda karena tidak kuorum.

Di antaranya untuk pembentukan panitia khusus (pansus) pengawasan pelaksanaan Perda Nomor 1 Tahun 2016 tentang Kota Layak Anak. Hingga kini pansus tersebut belum terbentuk. Penyebabnya adalah jumlah peserta rapur DPRD Kota Jogja belum memenuhi kuorum.

“Kinerja pansus sampai harus selesai periode ini. Artinya sebelum 12 Agustus, karena dewan memasuki purna tugas pada tanggal tersebut,” jelas anggota fraksi PKS DPRD Kota Jogja Dwi Budi Utomo Senin (2/7).

Sejatinya peran pengawalan perda bisa dilakoni Komisi D. Hanya saja ada beberapa pertimbangan guna mewujudkan kota layak anak. Hal-hal mendesak itu yang menjadi pertimbangan pembentukan pansus pada akhir periode ini.

Dasar pertimbangan realisasi menuju kota layak anak. Pertama dari segi kualitas konsep dan implementasi. Penilaiannya adalah kuantitas dari rukun warga (RW) yang terlibat. Agar tidak hanya sekadar seremonial semata.

“Perlu dilihat apakah betul sudah berjalan dengan baik. Dari segi kuantitas masih sedikit, setidaknya dari total 617 RW ada berapa yang sudah terwujud sebagai kampung ramah anak,” ujar caleg terpilih DPRD DIJ itu.

Outcome terbentuknya pansus tetap berupa evaluasi. Selanjutnya dikirimkan kepada Pemnkot Jogja sebagai wujud evaluasi materi Perda. Dasar pertimbangan adalah singkronisasi antara peraturan dan implementasi.

“Frame kami kota layak anak tidak hanya di sekolah tapi semua lingkungan. Kedua ingin melihat output dan outcome secara lebih jauh, apabila tidak signifikan apakah ada persoalan di Perdanya atau pelaksanaanya,” katanya.

Wakil Wali Kota Jogja Heroe Poerwadi menjamin komitmen kota layak anak tidak sekadar wacana. Terlebih program ini melibatkan seluruh organisasi perangkat daerah Pemkot Jogja. Bahkan telah tersusun dalam sebuah cetak biru.

HP meminta tim anggaran melakukan eliminasi. Terutama untuk program dan kegiatan yang tidak sesuai dengan cetak biru. Artinya implementasi kota layak anak telah masuk dalam asas perencanaan. Apalagi konsep ini menjadi bagian dari lima afirmasi pembangunan.

“Lima afirmasi yang harus terpenuhi meliputi untuk anak, perempuan, warga miskin, lanjut usia, dan warga disabilitas. Otomatis tim anggaran akan mengeliminasi apabila tidak sesuai,” jaminnya.

Kota Layak Anak telah menjadi komitmen jajarannya. Implementasi juga menyasar hingga jajaran RW. Terlebih Kota Jogja telah menyandang predikat kategori nindya. Selangkah lebih dekat untuk menjadi kategori teratas yaitu utama.

“Dalam perda telah mengamanatkan berbagai kegiatan yang harus dilakukan. Seperti membentuk kampung ramah anak, sekolah ramah anak dan puskesmas ramah anak,” jelasnya. (dwi/pra/er)