GUNUNGKIDUL – Wilayah terdampak musim kemarau di Kabupaten Gunungkidul berpotensi meluas. Berdasar data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Gunungkidul, ada 18 kecamatan yang terdampak. Sebanyak 14 kecamatan di antaranya dikategorikan terparah. Sementara, warga yang terdampak mencapai 105.234 jiwa.
Kecamatan Girisubo terdampak paling parah. Jumlah warganya yang kesulitan mendapatkan air bersih mencapai 21.592 jiwa. Disusul Kecamatan Paliyan dengan 16.978 jiwa. Kemudian, Tepus 12.441 jiwa. Bahkan, beberapa desa di Wonosari yang notabene dekat dengan kota pun ikut terdampak. Sebut saja Desa Wunung. Selengkapnya lihat grafis.
Kepala Pelaksana BPBD Gunungkidul Edy Basuki mengungkapkan, satu-satunya solusi sementara penanganan dampak kemarau adalah droping air. Namun, tidak semua droping air ditangani BPBD. BPBD hanya memberikan droping air di enam kecamatan. Yakni, Purwosari, Girisubo, Rongkop, Tepus, Paliyan, dan Panggang.
”Sisanya di-back up masing-masing kecamatan,” jelas Edy melalui sambungan telepon Rabu (3/7).
Edy tak menampik anggaran droping air di kecamatan terbatas. Kendati begitu, Edy meminta warga tak perlu waswas. Warga bisa mengajukan droping air ke BPBD jika anggaran di kecamatan habis. Toh, bantuan droping air dari swasta mulai berdatangan. Seiring dengan meluasnya wilayah terdampak kemarau.
Terkait bantuan dari swasta, Edy meminta stakeholder yang menyalurkan droping berkoordinasi dengan BPBD. Itu untuk menghindari tumpang-tindih pendistribusian bantuan air.
”Biar merata pendistribusiannya,” ucapnya.
Nugroho, warga Rongkop menilai, bantuan droping air sangat berarti. Lantaran harga air dari swasta cukup menguras pengeluaran. Satu tangki berkakapasitas 5.000 liter dibanderol Rp 140 ribu. Karena itu, Nugroho mengapresiasi droping air dari BPBD.
”Harapan kami droping bisa terus dilakukan mengingat sulitnya mencari sumber air,” katanya. (gun/zam/rg)